Kalimantannews.id
Spyware Menyerang Balik, Apple Panik, Dunia Tertawa di Balik Layar iPhone

Spyware Menyerang Balik, Apple Panik, Dunia Tertawa di Balik Layar iPhone

Apple Digigit Ciptaannya Sendiri, Ironi Spyware dan Paranoia Digital
Apple Digigit Ciptaannya Sendiri, Ironi Spyware dan Paranoia Digital

Kalimantannews.id, Pulau Kalimantan - Apple dan bayangan yang ia ciptakan sendiri. Amarah mesin sunyi.

Pada zaman ketika setiap notifikasi bisa jadi tanda bahaya, Apple tiba-tiba mendapati dirinya seperti Frankenstein di era digital menciptakan monster, lalu dikejar ketakutan sendiri.

Ironi itu juga memuncak saat seorang pengembang, sebut saja Jay Gibson, menerima pesan di iPhonenya.

“Apple mendeteksi serangan spyware tentara bayaran yang ditargetkan terhadap iPhone Anda.”

Bagi orang biasa, pesan itu mungkin hanya peringatan keamanan. Tapi bagi Gibson hidupnya dihabiskan membangun eksploitasi sistem iOS untuk perusahaan pengawasan pemerintah, notifikasi itu seperti karma mengetuk layar.

Ia adalah pencipta celah, kini menjadi korban dari lubang yang pernah ia gali. Dunia seolah membalas dengan dingin: “Selamat datang di sisi lain firewall, sobat.”

Dunia Menelan Para Pembuatnya

Kisah Gibson bukan sekadar tentang satu orang panik yang membeli ponsel atau telepon seluler baru di tengah malam.

Ia adalah representasi dari satu ekosistem industri gelap yang hidup dari bayangan dunia para pembuat spyware dan zero-day, mereka yang memburu kerentanan sebelum Apple sempat menambalnya.

Di balik label security researcher dan jargon “melindungi negara dari ancaman digital,” tersembunyi paradoks yang getir para pencipta alat pengawasan kini diawasi.

Trenchant, perusahaan tempat Gibson bekerja, bukanlah nama asing di kalangan keamanan siber itu viral.

Di sanalah celah-celah iOS dijual seperti komoditas mahal. Zero day, kerentanan yang belum diketahui pembuat perangkat bisa bernilai jutaan dolar di pasar gelap.

Bagi pemerintah, ini adalah senjata bagi masyarakat sipil, ini adalah mimpi buruk.

Namun, ketika Apple mulai mengirim notifikasi “Anda menjadi target spyware,” dunia sadar tidak ada yang benar-benar aman, bahkan penciptanya sendiri.

Bayangkan seorang insinyur keamanan yang hidupnya dihabiskan memburu bug, lalu justru diburu oleh bug yang lebih besar ketakutan sendiri.

Gibson juga sudah mematikan ponselnya, menyimpannya seperti benda terkutuk, lalu membeli ponsel baru.

Ia menelepon ayahnya, mungkin dengan suara bergetar di antara paranoia dan absurditas.

“Aku tidak tahu harus berpikir apa. Semuanya kacau.”

Kalimat itu bukan sekadar curhat seorang teknisi. Itu testimoni manusia yang sadar bahwa teknologi telah menelan batas moral.

Apple, yang selama ini menjual narasi “privasi adalah hak asasi,” kini harus menghadapi dilema dirinya sendiri.

Bahwa dalam dunia digital, tidak ada keamanan absolut, hanya rasa aman yang dipoles rapi lewat iklan keynote.

Etika, Eksploitasi, Ego Korporasi

Industri keamanan siber selalu memiliki sisi kelam: eksploitasi etika manusia demi keamanan bernama semu itu.

Para pengembang zero day hidup di ruang abu-abu di antara idealisme “melindungi sistem” dan pragmatisme “menjual celah.”

Trenchant, perusahaan tempat Gibson dulu bekerja, berafiliasi dengan L3Harris, kontraktor pertahanan Amerika yang juga memproduksi alat pengawasan militer.

Jadi, ketika Gibson dipecat, dicurigai membocorkan rahasia Chrome, dan kemudian jadi target spyware, dunia seolah menulis kasusnya sendiri.

“Pembuat pintu rahasia kini terjebak di balik pintu yang tak bisa dibuka.”

Karma Digital Bernama Spyware

Karma digital ini juga tidak datang dalam bentuk petir atau mimpi buruk, tapi lewat pesan notifikasi dari Apple.

Lucunya, Apple yang membangun sistem tertutup dan mengklaim diri paling aman harus mengakui bahwa tak ada sistem yang suci.

Spyware mampu menyusup tanpa suara, menyalakan mikrofon, mengintip pesan, dan menembus batas yang dulu kita sebut privasi.

Namun, yang paling ironis adalah Apple kini berperan sebagai “penjaga moral,” memberi peringatan kepada mereka yang pernah bermain di wilayah abu-abu.

Dalam kisah ini, baik Apple maupun pengembang seperti Gibson adalah dua sisi mata uang yang sama keduanya hidup dari rasa takut pengguna.

Manusia di Tengah Perang

Bagi masyarakat umum, isu ini terdengar jauh. Tapi bayangkan jika ponsel di tanganmu tiba-tiba mengirim pesan “Anda sedang diawasi.”

Rasa dingin menjalar. Bukan karena serangan, tapi karena kesadaran bahwa “pengawasan” bukan lagi milik film fiksi.

Apple memang memperingatkan, tapi peringatan itu juga jadi pengakuan bahwa kontrol total hanyalah mitos.

Teknologi tak lagi berpihak pada pengguna, tapi pada kekuasaan yang membayarnya. Gibson hanya satu contoh dari ribuan insinyur yang kehilangan arah moral dalam industri pengawasan.

Mereka menciptakan monster, menjualnya, lalu bersembunyi ketika monster itu mulai mengendus bau tubuh penciptanya.

Dilema Apple dan Kelemahan Sistem

Apple sering membanggakan ekosistem tertutupnya sebagai benteng privasi. Tapi kasus Gibson menunjukkan, tembok setinggi apa pun akan retak dari dalam.

Dengan kontrol yang begitu ketat, Apple menciptakan ilusi eksklusifitas tapi lupa, bahwa sistem tertutup juga berarti pengguna tak punya kuasa atas perangkat yang mereka beli.

Ketika Apple memberi notifikasi spyware, mereka juga sedang menegaskan hierarki kekuasaan

“Kami tahu lebih dulu, kami tahu lebih banyak, kami yang memutuskan kapan kamu panik.”

Ironi semakin tebal ketika kita sadar dalam upaya melindungi pengguna, Apple juga menjadi pengintai utama yang tahu segalanya tentang perangkat kita.

Moral yang Terlupakan

Kasus Gibson adalah alegori dunia digital modern. Bahwa keamanan bukan lagi tentang kode atau firewall, tapi tentang kejujuran moral dalam menciptakan teknologi.

Zero day bukan cuma celah sistem, tapi juga celah nurani manusia yang mengizinkan kekuasaan bersembunyi di balik algoritma.

Dalam lab komputer yang hening, di balik layar monitor yang bersinar biru, ada manusia yang meyakini dirinya “pahlawan keamanan.”

Padahal, di sisi lain dunia, kode yang sama sedang mengintai jurnalis, aktivis, dan pembela HAM atau hak asasi manusia.

Begitu Apple memperingatkan Gibson, dunia seperti diingatkan kembali teknologi bukanlah pelindung moral, ia hanya refleksi dari siapa memegang kendalinya.

Gibson kini hidup dalam paranoia yang ia bangun sendiri. Apple tetap menjual keamanan dalam kemasan “think different.”

Trenchant terus menulis kode, menciptakan lubang, dan menambalnya lagi. Manusia, para pengguna biasa, tetap memeluk ponsel di samping bantal, percaya bahwa layar yang menyala itu setia.

Tapi mungkin, di suatu tempat di server yang jauh, mata digital sedang menatap balik. Diam. Menunggu. Karena dalam dunia ini, tak ada yang benar-benar offline.

Kekurangan Produk Sistem

1. Apple iPhone

Sistem tertutup terlalu bergantung pada perusahaan. Jika Apple jadi target, pengguna pun rentan.

2. Trenchant-L3Harris

Bisnis zeroday menciptakan pasar ketakutan etika dikorbankan demi keamanan semu.

3. Industri Keamanan Global

Tidak transparan, membiarkan eksploitasi moral di balik jargon “cyber defense.”
PT Peniti Sungai Purun PSP: Nyiram Bumi, Rawat Jiwa, Kisah Sawit Tak Lupa Doa Leluhur

PT Peniti Sungai Purun PSP: Nyiram Bumi, Rawat Jiwa, Kisah Sawit Tak Lupa Doa Leluhur

Di jantung industri sawit, PT Peniti Sungai Purun PSP merajut harmoni lewat ritual kuno Nyimah Tanah. Ini tentang air suci yang mengalirkan keberkahan, di mana mesin dan doa leluhur bersatu dalam kearifan
Langit pagi di kawasan Enggang Mill, PT Peniti Sungai Purun (PSP) tampak teduh ketika para Pengurus Adat mulai menyeruak di antara tenda sederhana yang berdiri di halaman pabrik. Suara Baliukng berpadu dengan alunan doa adat yang mengalun pelan, menghadirkan suasana khidmat dan sakral. Hari itu, keluarga besar PT PSP kembali menggelar ritual adat tahunan “Panambe Panyorok Babatak Ka Binua Babore Nyimah Tanah Sambil Basaru Sumangat”, sebuah wujud nyata pelestarian budaya yang terus dijaga di tengah geliat industri perkebunan kelapa sawit.

Ritual adat Nyimah Tanah dan Basaru Sumangat merupakan tradisi turun-temurun masyarakat Dayak setempat yang mengandung makna mendalam. Upacara ini menjadi simbol permohonan doa kepada Jubata (Tuhan Yang Maha Kuasa) agar seluruh unsur alam dan manusia yang hidup di dalamnya senantiasa diberi keselamatan, kesehatan, serta keberkahan hasil bumi.

“Kegiatan ini bukan sekadar ritual seremonial, tetapi bentuk rasa hormat kami terhadap tanah tempat kami bekerja dan bernaung. Kami ingin menjaga keseimbangan antara aktivitas industri dengan nilai-nilai kearifan lokal,” ujar Samaris, Pimpinan Enggang Mill PT PSP, saat ditemui di sela kegiatan.

Menurutnya, keberadaan upacara adat ini juga menjadi ruang refleksi bagi seluruh karyawan. “Melalui kegiatan seperti ini, kita diajarkan untuk bekerja dengan hati, disiplin, dan penuh rasa syukur. Kalau alam dijaga, manusia pun akan diberi kelimpahan,” tambahnya.

Sakral dan Penuh Kebersamaan

Tepat pukul 09.00 WIB, prosesi Nyangahatn dimulai. Imam adat Cobrianus Philip memimpin doa-doa adat dengan penuh khidmat. Suara doa yang melantun dalam bahasa daerah membuat suasana terasa syahdu dan menyentuh hati. Para karyawan, tokoh masyarakat, serta tamu undangan ikut menundukkan kepala, larut dalam kekhusyukan.

Usai ritual utama, acara dilanjutkan dengan penyampaian pesan dan doa dari para tokoh adat dan masyarakat. Tampak hadir Timanggong Kecamatan Anjungan dan Sei Pinyuh, Dewan Adat Kecamatan Ajungan, serta Ketua dan sekretaris Koperasi Mitra PT PSP. Dari pihak perusahaan, turut hadir Humas & CSR PT PSP Paulus Nokus, Pimpinan Enggang Mill Samaris, beserta staf dan para karyawan.

Seluruh rangkaian berlangsung hingga sekitar pukul 13.00 WIB, kemudian ditutup dengan makan bersama sebuah simbol persaudaraan dan kebersamaan antara perusahaan, masyarakat, dan alam.

Sinergi Perusahaan dan Adat Setempat

Humas & CSR PT PSP Paulus Nokus, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah mendukung suksesnya kegiatan adat ini.

“Kami sangat berterima kasih kepada para tokoh adat, masyarakat, serta seluruh karyawan yang turut menjaga dan melestarikan tradisi ini. Upacara adat Nyimah Tanah dan Basaru Sumangat bukan hanya menjaga hubungan baik antara perusahaan dan masyarakat, tetapi juga menumbuhkan rasa memiliki terhadap lingkungan kerja yang kita cintai bersama,” ujar Paulus.

Ia menambahkan bahwa kegiatan adat seperti ini menjadi salah satu bentuk nyata dari komitmen PT PSP dalam pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, budaya, dan lingkungan dijaga selaras dengan pertumbuhan ekonomi.

“Kami ingin menunjukkan bahwa investasi yang baik bukan hanya soal produksi, tapi juga soal menghormati nilai-nilai lokal dan menjaga harmoni dengan masyarakat sekitar. Itu adalah bagian dari identitas kami di PT PSP,” tuturnya.

Menjaga Warisan di Tengah Modernisasi

Dalam suasana yang semakin modern dan dinamis, keberadaan ritual adat seperti Nyimah Tanah dan Basaru Sumangat menjadi pengingat bahwa nilai-nilai kearifan lokal tetap relevan. Ia menjadi jembatan antara tradisi dan kemajuan, antara manusia dan alam, antara spiritualitas dan kerja keras sehari-hari.

Upacara adat ini juga menjadi momentum memperkuat silaturahmi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Banyak warga menyambut positif kegiatan tahunan ini karena dianggap sebagai ruang untuk mempererat hubungan, saling menghormati, dan menjaga keharmonisan sosial.

Bagi PT PSP, pelestarian budaya lokal bukanlah kegiatan seremonial belaka, tetapi bagian dari DNA perusahaan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang melekat dalam operasional perkebunan kelapa sawit. 

“Setiap tahun, kami ingin kegiatan ini menjadi pengingat bahwa di balik mesin dan pabrik, ada nilai-nilai kemanusiaan dan spiritualitas yang harus kita jaga bersama,” tutup Subianto, Humas PT PSP penuh makna yang telah memandu acara dari awal hingga akhir. 

Di tengah hiruk-pikuk dunia industri modern, langkah PT Peniti Sungai Purun menjaga tradisi adat seperti Nyimah Tanah dan Basaru Sumangat menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus menghapus akar budaya. Sebaliknya, dari akar tradisi itulah tumbuh kekuatan untuk menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
Dari Desa untuk Nusantara: Koperasi Desa Merah Putih Menyalakan Asa Rakyat Kalimantan Barat

Dari Desa untuk Nusantara: Koperasi Desa Merah Putih Menyalakan Asa Rakyat Kalimantan Barat

Dari Desa untuk Nusantara: Koperasi Desa Merah Putih Menyalakan Asa Rakyat Kalimantan Barat
Kalimantannews.id, Pontianak - Benih asa. Di ruang dingin Hotel Harris Kota Pontianak Kalimantan Barat pada Senin, 20 Oktober 2025, suara tepuk tangan memecah pagi yang teduh.

Di hadapan ratusan wajah penuh harap, Sekretaris Daerah Kalimantan Barat, Harisson, menatap jauh ke depan seolah melihat ribuan pintu desa yang mulai terbuka perlahan.

“Tidak semua pengurus koperasi mengerti tentang bisnis dan pengelolaan usaha,” katanya dengan nada rendah, namun dalam.

Kalimat sederhana itu, sejatinya menggambarkan luka lama bangsa yang terlalu lama menggantungkan nasib pada pasar besar, lupa bahwa kekuatan sejati selalu berakar dari desa.

Hari itu, Kalimantan Barat menegaskan dukungannya terhadap langkah besar pemerintah pusat percepatan operasionalisasi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP).

Bukan sekadar cuma proyek sesaat tapi sebuah gerakan sosial-ekonomi yang memerdekakan kembali rakyat kecil.

Di provinsi ini, terdapat 2.143 Koperasi Desa Merah Putih yang telah memiliki badan hukum. Namun, banyak di antaranya masih tertatih mencari arah.

“Kita berupaya agar koperasi-koperasi itu bisa memulai dan mengembangkan usaha,” Harisson menjelaskan.

Pelatihan pun digelar. Di dalamnya, para pendamping koperasi dilatih bukan hanya untuk mengajar, tapi juga untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong yang sempat memudar di banyak kampung.

Misi Pelatihan Sunyi

Ruang pelatihan itu sederhana, tapi kisah di dalamnya besar. 245 pendamping koperasi dari seluruh Kalimantan Barat duduk menyimak, membawa laptop, catatan lusuh, dan doa yang diam-diam diselipkan dalam tiap baris catatan.

Mereka terdiri atas 30 Project Management Officer (PMO) dan 215 business assistant yang tersebar di 14 kabupaten/kota.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kalbar, Ayub Barombo, menatap wajah-wajah muda itu dengan harapan besar.

“Harapan kami dengan adanya pelatihan ini, pengurus koperasi dan para pendamping dapat bersinergi. Jangan sampai ada perbedaan pandangan yang justru menghambat jalannya koperasi,” ujar Ayub Barombo.

Kata bersinergi bukan sekadar jargon administratif. Di lapangan, sinergi berarti duduk bersama petani karet yang tangannya retak.

Nelayan yang perahunya hampir karam, dan ibu-ibu desa yang menjual kue dengan rasa bangga meski penghasilannya tak seberapa. Di sanalah makna koperasi kembali menemukan rumahnya.

Pelatihan ini bukan tentang angka dan laporan, tapi tentang membangun kesadaran ekonomi kolektif, membangkitkan kepercayaan diri masyarakat desa untuk berdiri di kaki sendiri.

Eseni Menyulam Harapan

Di akhir sesi pelatihan, senja jatuh di atas Sungai Kapuas. Di antara tumpukan berkas dan presentasi, terselip impian sederhana mewujudkan koperasi hidup, tumbuh, dan berakar di tanahnya sendiri.

“Kami ingin agar para pendamping dan PMO memperoleh pengetahuan yang baik, lalu menyalurkannya kepada pengurus koperasi di daerah masing-masing,” ujar Harisson mengingatkan.

Namun, pertanyaan besar tetap bergema di hati banyak orang, apakah pelatihan ini akan benar-benar mengubah wajah ekonomi desa, atau sekadar menjadi berita singkat dua paragraf di media online lokal?

Jawabannya tidak tertulis di laporan akhir kegiatan, melainkan di ladang-ladang yang esok akan digarap kembali. 

Yakni di pasar kecil yang mulai ramai, di rumah-rumah yang menyalakan lampu lebih lama karena kini ada harapan baru.

Akar dan Arus

Ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar pelatihan. Ada denyut kecil yang mulai hidup denyut ekonomi kerakyatan setara.

Koperasi Desa Merah Putih bukan sekadar nama. Ia adalah metafora dari perjuangan panjang masyarakat desa yang ingin berdiri tegak tanpa menggantungkan diri pada korporasi besar atau bantuan sesaat.

Dalam setiap senyum para pendamping yang pulang membawa modul pelatihan, tersimpan tugas besar menjadi jembatan antara teori dan kenyataan.

Sebuah tanggung jawab yang tak bisa diukur dengan honor, tapi dengan perubahan kecil yang mereka bawa ke desa dari warung kopi hingga pasar tradisional.

Kalimantan Barat kini tak hanya bicara tentang hutan, kela sawit, dan ekspor kayu. Ia bicara tentang desa yang mulai mengatur ulang napas ekonominya sendiri.

Tentang rakyat kecil yang kembali percaya bahwa mereka pun bisa menjadi penggerak ekonomi nasional, dari dapur kecil dan tangan-tangan sederhana.

Sumpah Dihidupkan Kembali

“Dari desa, untuk bangsa.” Kalimat itu kini telah kembali bergema, tidak ada lagi menjadi slogan kosong.

Koperasi Desa Merah Putih di Kalimantan Barat telah memantik kembali bara kecil di hati rakyat bahwa kemandirian bukanlah utopia, melainkan kenyataan yang bisa diraih lewat kerja bersama.

Malam itu, ketika pelatihan usai, ada seorang pendamping muda menulis di buku catatannya tebal-tebal sekali.

“Kami tidak hanya belajar tentang koperasi. Kami belajar tentang harapan yang tidak boleh padam.”

Mungkin, dari catatan kecil itulah perjalanan panjang Koperasi Desa Merah Putih benar-benar dimulai bukan dari kebijakan, tapi dari hati rakyat sendiri.

Di tengah gemerlap dunia yang kian terhubung secara digital, Kementerian Koperasi RI membentangkan sebuah jembatan bernama Simkopdes.

Ia adalah titian digital yang menghubungkan koperasi desa dengan dunia yang lebih luas. Namun, teknologi ini hadir bukan sebagai pengganti denyut nadi manusia.

Ia hadir sebagai angin mempercepat laju perahu mimpi mereka mengantarkannya lebih cepat ke pantai harapan selama ini hanya bisa dibayangkan.
Apa Itu CMSE 2025, Pasar Modal untuk Rakyat, Harapan Baru dari Gedung Bursa Penuh Cinta Kasih

Apa Itu CMSE 2025, Pasar Modal untuk Rakyat, Harapan Baru dari Gedung Bursa Penuh Cinta Kasih

CMSE 2025 pecahkan rekor pengunjung, menyalakan semangat investasi rakyat. Dari guru hingga figur publik, semua bersatu membangun literasi keuangan berkelanjutan.
Kalimantannews.id, Bursa Efek Indonesia Jakarta - Gelombang antusias rakyat. Di bawah langit Jakarta, Gedung Bursa Efek Indonesia kembali bergemuruh.

Dua hari pelaksanaan Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2025 mencatatkan 11.682 pengunjung langsung rekor baru yang menandai kebangkitan minat rakyat pada dunia investasi.

Adalah Jeffrey Hendrik. Dia merupakan Direktur Pengembangan BEI, tersenyum penuh arti sangat mendalam.

“Antreannya sampai MRT Istora Mandiri. Ini bukti nyata pasar modal semakin dekat dengan rakyat,” kata Jeffrey hari ini.

Ruang bursa berubah jadi ruang harapan. Dari pelajar, guru, hingga karyawan swasta, semua berbaur tanpa sekat status.

CMSE 2025 ini juga ternyata bukan lagi pameran elit, melainkan pesta rakyat yang haus ilmu dan peluang.

Lahirnya Investor Anyar

Dalam dua hari, total 48.308 pengunjung baik langsung maupun daring menyaksikan ragam sesi edukatif. 

Ada podcast bersama Nycta Gina dan El Rumi, hingga talk show lintas agama yang menenun makna spiritual dalam berinvestasi. 

Hari kedua ditutup dengan kisah inspiratif dari tiga investor rakyat dan ajakan Ade Rai menjaga “kesehatan finansial”.

Di balik sorotan layar, data berbicara lantang, kampanye Aku Investor Saham berhasil mencetak 184.787 investor baru di berbagai daerah.

Serta ada juga melibatkan 6.545 guru lewat program Guruku Investor Saham.

“Guru menjadi agen literasi keuangan,” ucap Jeffrey. “Mereka menyalakan lilin kesadaran di ruang-ruang kelas.”

Pasar Berjuta Peluang

Tema besar Pasar Modal untuk Rakyat tak berhenti di jargon. Dukungan OJK, SRO, dan perusahaan tercatat memperkuat semangat inklusi finansial yang berkelanjutan.

Dari sinergi itulah, CMSE 2025 bukan hanya tentang angka, tapi tentang makna—bahwa setiap rakyat berhak tumbuh bersama ekonomi bangsanya.

Jeffrey menutup dengan kalimat yang menggema dari podium Bursa, “Dengan pasar modal untuk rakyat, kita mencipta satu pasar berjuta peluang peluang untuk tumbuh, berdaya saing, dan maju bersama.”

Di antara tepuk tangan sore itu, harapan terasa hangat pasar modal kini bukan milik segelintir, tapi milik semua yang berani bermimpi.
KARENA HIBURAN TAK BOLEH JADI KUBURAN! Kisah Sedih di Balik Tawa Pasar Malam Air Upas Ketapang Kalbar Hari Ini

KARENA HIBURAN TAK BOLEH JADI KUBURAN! Kisah Sedih di Balik Tawa Pasar Malam Air Upas Ketapang Kalbar Hari Ini

Wahana pelangi ambruk di malam pembukaan pasar malam Air Upas Ketapang, empat korban luka, dua patah tulang, dan pertanyaan besar soal standar keamanan hiburan keluarga
Kalimantannews.id, Ketapang - Sabtu malam mestinya penuh warna. Gemerlap lampu, tawa anak-anak, aroma jajanan kaki lima, dan janji kebahagiaan sesaat di pasar malam “Indonesia Night Market”. 

Tapi di lapangan Air Upas Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat Sabtu (18/10/2025) malam, langit justru runtuh dalam bentuk perosotan pelangi ambruk menimpa mimpi kecil para pengunjung.

Empat orang terluka. Dua di antaranya remuk tulang. Satu di antara mereka bahkan kru sendiri orang seharusnya menjaga, malah jadi korban kelalaian sistem.

Video viral menunjukkan detik-detik mengerikan, struktur logam dan terpal warna-warni itu roboh dari tengah, seperti boneka kertas kehujanan.

Anak-anak terjatuh. Orang tua berteriak. Pasar malam yang seharusnya jadi pelarian dari rutinitas, berubah jadi TKP atau tempat kejadian perkara.

Keramaian Jadi Bumerang

Menurut Kepala Desa Air Upas, Agus Purwanto, insiden terjadi sekitar pukul 20.00 waktu setempat, tepat di puncak keramaian malam pembukaan.

“Ada empat korban, dua mengalami patah tulang dan dua lainnya luka-luka. Seluruh korban sempat dirawat di Puskesmas Air Upas, kemudian dirujuk ke rumah sakit di Ketapang,” ujarnya, Minggu (19/10/2025). 

Penanggung jawab acara, Akbari Alexander, mengakui antusiasme warga Kabupaten Ketapang itu melebihi perkiraan.

Wahana yang didesain untuk lima anak sekaligus, justru dipadati orang dewasa yang ingin foto-foto di puncak perosotan.

“Wahana itu sebenarnya diperuntukkan bagi anak-anak. Namun tadi ada orang tua yang ikut naik, bahkan beberapa pengunjung menaiki tangga atas untuk mengambil foto. Akibatnya, penyangga tidak kuat menahan beban,” katanya. 

Kata-kata itu terdengar seperti pengakuan jujur, tapi juga pengakuan kegagalan. Karena jika benar wahana itu hanya untuk anak-anak, mengapa tidak ada pengawasan ketat?

Lalu, mengapa tidak ada pembatas fisik? Mengapa izin operasional diberikan tanpa audit teknis independen?

Izin Tak Menjamin Nyawa

Akbari bersikeras semua izin sudah dikantongi. Uji coba tiga hari dilakukan. Semua “aman”. Tapi nyatanya, aman di atas kertas tak selalu aman di lapangan.

Pasar malam ini direncanakan berlangsung hingga 21 November 2025, 35 hari penuh hiburan keluarga. Tapi di hari pertama saja, nyawa sudah jadi taruhan.

Polisi kini turun tangan. Polres Ketapang melalui Polsek Marau akan memanggil Akbari dan saksi-saksi.

“Langkah-langkah yang kami ambil adalah mengamankan lokasi kejadian, melakukan olah TKP, memanggil penanggung jawab wahana permainan untuk dimintai keterangannya serta saksi-saksi yang ada di TKP,” kata Kasi Humas Polres Ketapang, IPTU Niptah Alimudin.

Wahana ditutup sementara. Tapi pertanyaannya, berapa banyak “wahana pelangi” lain di pelosok Nusantara yang menunggu giliran ambruk?

Ini bukan sekadar kecelakaan. Ini cermin dari ekosistem hiburan rakyat yang abai pada standar keselamatan.

Pasar malam yang seharusnya jadi ruang rekreasi murah meriah sering kali jadi ladang uang tanpa regulasi ketat.

Tak ada sertifikasi struktur. Tak ada inspeksi berkala. Tak ada pelatihan darurat bagi kru lapangan. Yang ada hanya janji “seru”, “viral”, dan “instagramable”.

Padahal, menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2018, setiap wahana permainan umum wajib memenuhi standar teknis keselamatan, termasuk beban maksimal, material tahan cuaca, dan sistem evakuasi.

Tapi, di daerah seperti Kabupaten Ketapang, aturan itu sering jadi hiasan dokumen bukan pegangan operasional.

Dari Ketapang untuk Indonesia

Insiden atau kasus besar di Air Upas bukan kasus tunggal. Tahun lalu, di Pasar Malam Surabaya, ayunan “Flying Chair” lepas dari porosnya.

Di Bandung, trampolin anak-anak kolaps karena rangka karatan. Di Makassar, bianglala mini terguling karena angin kencang dan tak ada rem darurat.

Yang menyedihkan adalah korban selalu rakyat kecil. Orang tua yang menabung seminggu demi bawa anak naik perosotan.

Anak-anak yang percaya dunia ini aman karena lampunya berwarna pelangi justru mengusik keceriaan plus keriangan bocah-bocah.

Sementara, pelaku jika tak ada korban jiwa cukup bayar biaya rumah sakit, pasang wajah prihatin, lalu buka lagi minggu depan di kota sebelah.

Akbari bilang siap tanggung jawab. Tapi tanggung jawab bukan hanya soal biaya pengobatan. Tanggung jawab adalah memastikan ini tak terulang.

Adalah transparansi total soal desain, material, dan kapasitas wahana. Adalah audit independen sebelum izin dikeluarkan.

Pemerintah desa dan kecamatan juga tak boleh lepas tangan. Memberi izin tanpa verifikasi teknis sama saja memberi izin untuk celaka.

Rakyat juga perlu belajar. Jangan biarkan antusiasme mengalahkan akal sehat. Jika wahana penuh, tunggu.

Jika anak-anak dipaksa berdesakan, protes. Jika struktur terlihat rapuh, laporkan. Karena hiburan tak boleh jadi kuburan.

Pasar malam adalah cermin semangat gotong royong, kreativitas lokal, dan kegembiraan sederhana menambah hiburan anyar.

Tapi, semangat itu harus juga dibangun di atas fondasi yang sangat kuat, bukan kayu lapuk dan baut karat.

Semoga empat korban di Desa Air Upas Kabupaten Ketapang pulih segera. Semoga tulang yang patah bisa sembuh.

Tapi, semoga juga luka sistemik ini juga tidak ditutup begitu saja dengan janji manis dan video klarifikasi.

Karena, pelangi sejati bukan yang warna-warni di malam hari saja, tapi muncul setelah hujan keadilan turun membasahi muka bumi ini.
CATAT! Ambisi Hijau Apple Tak Sepenuhnya Bening, Ini Dia Kasus Besarnya

CATAT! Ambisi Hijau Apple Tak Sepenuhnya Bening, Ini Dia Kasus Besarnya

Apple menambah 650 megawatt energi terbarukan di Eropa dan Tiongkok China. Tapi, siapa yang benar-benar diuntungkan dari energi hijau ini?
Kalimantannews.id, Pulau Kalimantan - Misi hijau itu semu proyek namanya. Apple kembali menabuh genderang hijau. Kali ini, dengan nada terdengar lembut, tapi berirama bisnis.

Perusahaan asal Cupertino itu mengumumkan langkah ambisius menandatangani kontrak energi terbarukan sebesar 650 megawatt di Eropa dari angin hingga surya, dari Spanyol hingga Polandia.

Di Tiongkok China, tambahan investasi 150 juta dolar Amerika Serikat dijanjikan untuk mendorong para pemasoknya beralih ke energi bersih.

Tampak mulia, bukan? Tapi seperti halnya kaca layar iPhone yang berkilau di etalase, sinar ini tak selalu jernih.

Di balik angka megawatt itu, terselip satu fakta getir energi yang diklaim “hijau” ini sejatinya bukan untuk bumi. 

Melainkan untuk menetralkan jejak karbon produk-produk Apple sendiri Mac Pro, iPhone, hingga Apple Watch getol terus diproduksi dalam ritme tak kenal henti.

Hijau Cuma Proyek

Ironinya, pengumuman besar ini justru tidak muncul di laman pers utama Apple negara Amerrika Serikat.
 
Rilis itu muncul diam-diam di situs regional Eropa dan Tiongkok, seperti bisikan dalam ruangan kaca yang hanya ingin didengar sebagian orang.

Banyak analis menyebut ini adalah cara Apple menjaga wajah di hadapan publik Amerika yang terbelah, apalagi di tengah sejarah ketegangan dengan pemerintahan Trump yang dulu anti energi hijau.

Padahal, langkah semacam ini semestinya menjadi panggung utama bukan sekadar catatan kaki di benua lain.

Tapi mungkin Apple tahu, pencitraan paling halus adalah yang tidak terlihat terlalu terang kasus itu mencuat ke publik.

Ironi di Tengah

Jika dihitung, 650 megawatt itu terdengar mengagumkan. Tapi di balik angka, ada cerita ironis plus memalukan.

Eropa bukanlah benua yang selalu bersinar, dan proyek surya Apple di Yunani, Latvia, hingga Polandia hanya mengalirkan sebagian kecil dari total kebutuhan energi globalnya.

Bahkan jika semua panel bekerja optimal, jejak karbon produk yang dikirim lintas benua masih jauh dari kata netral.

Sementara di Tiongkok, tempat sebagian besar iPhone lahir, 90 persen pabriknya memang sudah beralih ke energi terbarukan tapi tetap bergantung pada jaringan listrik nasional yang sebagian besar masih disuplai batubara.

Apple memang “mendorong perubahan”, tapi dalam skema besar, ia tetap bagian dari mesin industri yang menelan energi dan emisi tanpa jeda.

Kritikus lingkungan menyebut langkah ini sebagai “hijau kosmetik” indah di laporan, tapi samar di dampak nyata.

Apple mungkin mengklaim menyelamatkan bumi, tapi di balik setiap megawatt, terselip tanya, apakah ini energi untuk planet, atau energi untuk citra?

Karena pada akhirnya, dunia tidak hanya butuh cahaya dari panel surya, ia butuh kejujuran dari mereka yang mengaku membawa terang.

Formulir Kontak