
Ketika Palu Pimpinan Sidang Musda HIPMI Kalbar XVI Diketuk di Kamar Hotel Aston
Kalimantannews.id, Kota Pontianak - Sebuah kejadian yang tak terbayangkan sebelumnya terjadi di malam Minggu kelabu itu 17 Mei 2025.
Di sebuah kamar Hotel Aston Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, palu pimpinan sidang diketuk.
Tidak hanya sekadar mengetuk, tetapi juga menetapkan Ridho Adyt Setiawan sebagai Ketua Umum BPD HIPMI Kalimantan Barat periode 2025–2028.
Sungguh, pemandangan ini bukan sekadar "aneh", melainkan mencoreng citra organisasi yang seharusnya menjadi wadah aspirasi para pengusaha muda.
Febriadi, selaku pimpinan sidang, membacakan hasil Musyawarah Daerah (Musda) XVI HIPMI Kalbar dengan nada serius.
Namun, lokasi pelaksanaannya adalah di sebuah kamar hotel—mengundang tawa miris dari banyak pihak.
Bahkan, Gulam Mohamad Sharon, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang juga mantan Ketua Umum BPD HIPMI Kalbar, tampak hadir di ruangan tersebut.
Apakah ini pertanda bahwa organisasi besar seperti HIPMI telah kehilangan marwahnya demi sesuatu itukah?
Ketua Dalam Kelambu, Protes Dari Mantan Pengurus
Roby, mantan pengurus BPD HIPMI Kubu Raya, tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.
Dengan nada getir, ia menyebut fenomena ini sebagai "ketua dalam kelambu."
Baginya, apa yang terjadi di kamar Hotel Aston bukan hanya pelanggaran norma organisasi, tetapi juga sebuah penistaan terhadap nilai-nilai demokrasi yang selama ini diperjuangkan oleh HIPMI.
"Inilah sejarah terburuk dalam HIPMI Kalbar," ujar Roby dengan nada tegas. "Tidak pernah dalam sejarah Musda HIPMI dilakukan di kamar hotel. Ini jelas menunjukkan betapa rendahnya integritas dan profesionalisme yang ditunjukkan oleh panitia."
Perkataan Roby bukan tanpa dasar. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang kepemudaan dan pengusaha muda, HIPMI seharusnya menjadi contoh teladan dalam menjalankan proses demokrasi organisasi.
Namun, ketika palu diketuk di atas ranjang hotel, semua idealisme itu runtuh seperti pasir di pantai yang disapu ombak.
Surat Keputusan Nomor 07: Jurdil Atau Sekadar Formalitas?
Penetapan Ridho Adyt Setiawan sebagai Ketua Umum BPD HIPMI Kalbar tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Musda HIPMI Kalbar Nomor 07/MUSDA-XVI/HIPMI/KALBAR/2025.
Dalam dokumen resmi tersebut, disebutkan bahwa Ridho terpilih secara jujur, adil, dan sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.
Namun, apakah klaim ini benar-benar dapat dipertanggungjawabkan? Fakta bahwa musyawarah dilakukan di kamar hotel telah memicu spekulasi liar di kalangan anggota HIPMI maupun masyarakat umum.
Ada yang menyebut bahwa proses pemilihan ini hanya formalitas belaka, sementara keputusan sebenarnya telah diatur di balik layar.
Seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengatakan, "Semua sudah diatur sejak awal. Yang hadir di kamar hotel itu hanya segelintir orang, sementara anggota lainnya tidak tahu-menahu soal proses pemilihan ini."
Jika benar demikian, maka SK Nomor 07 ini tidak lebih dari sekadar kertas kosong yang mencoba menutupi borok organisasi.
Kala Citra HIPMI Tercoreng: Antara Politik dan Bisnis
Musda HIPMI Kalbar XVI ini tidak hanya menjadi sorotan karena lokasinya yang kontroversial, tetapi juga karena adanya indikasi kuat campur tangan politik dan bisnis.
Gulam Mohamad Sharon, yang hadir di kamar Hotel Aston saat penetapan Ridho, adalah figur yang memiliki pengaruh besar di dunia politik dan bisnis Kalimantan Barat.
Kehadirannya di acara tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa pemilihan ini lebih merupakan transaksi kepentingan daripada proses demokratis.
HIPMI, sebagai organisasi yang bertujuan untuk membina pengusaha muda, seharusnya menjaga independensinya.
Namun, ketika kepentingan politik dan bisnis bercampur dalam proses pemilihan, maka organisasi ini tidak lagi menjadi wadah aspirasi, melainkan alat untuk memperluas kekuasaan.
Apakah HIPMI Masih Relevan?
Kejadian di kamar Hotel Aston Kota Pontianak itu seharusnya menjadi momentum refleksi bagi HIPMI secara keseluruhan.
Apakah organisasi ini masih relevan dengan misinya untuk membina pengusaha muda? Ataukah HIPMI hanya menjadi ajang pencitraan bagi para elit politik dan pengusaha?
Fakta bahwa Musda dilakukan di kamar hotel menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem organisasi ini.
Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka bukan tidak mungkin HIPMI akan kehilangan kepercayaan dari anggotanya dan masyarakat luas.
Harapan Perubahan
Meskipun Musda HIPMI Kalbar XVI meninggalkan noda hitam dalam sejarah organisasi, ini bukan akhir dari segalanya.
Masih ada harapan bagi HIPMI untuk bangkit dan kembali ke jalur yang benar. Namun, untuk mencapai hal itu, dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh anggota dan pengurus organisasi.
Pertama, HIPMI harus melakukan reformasi internal yang menyeluruh. Sistem pemilihan harus transparan, demokratis, dan bebas dari intervensi kepentingan politik maupun bisnis.
Kedua, organisasi ini harus kembali fokus pada misinya untuk membina pengusaha muda, bukan menjadi alat untuk kepentingan segelintir orang.
Ketiga, HIPMI harus berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada publik.
Hanya dengan cara inilah organisasi ini bisa memulihkan kepercayaan yang telah hilang akibat insiden "ketua dalam kelambu" ini.
Musda HIPMI Kalbar XVI di kamar Hotel Aston Kota Pontianak adalah cerminan dari dekadensi organisasi.
Proses pemilihan yang dilakukan di tempat yang tidak layak ini bukan hanya mencoreng nama baik HIPMI, tetapi juga meruntuhkan idealisme yang selama ini diperjuangkan.
Untuk bangkit kembali, HIPMI harus melakukan reformasi total dan kembali ke akar misinya sebagai wadah pengusaha muda yang independen dan demokratis.