SKANDAL BEA CUKAI DI KALIMANTAN BARAT: Rokok Hilang, Daging Lenyap, Suara Batas Menjerit! - Kalimantannews.id

SKANDAL BEA CUKAI DI KALIMANTAN BARAT: Rokok Hilang, Daging Lenyap, Suara Batas Menjerit!

SKANDAL BEA CUKAI DI KALIMANTAN BARAT: Rokok Hilang, Daging Lenyap, Suara Batas Menjerit!

SKANDAL BEA CUKAI DI KALIMANTAN BARAT: Rokok Hilang, Daging Lenyap, Suara Batas Menjerit!
Kalimantannews.id, Sanggau - Di tepian negeri, perbatasan Kalimantan Barat, Malaysia, kini bergetar oleh kisah yang tak sekadar bisik-bisik.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat (Kalbagbar) menjadi sorotan tajam.

Tuduhan memeras pelaku penyelundupan barang dari Malaysia ke Indonesia melayang deras, menyeruak di udara lembap perbatasan. 

Dalihnya adalah barang ilegal harus disita. Tetapi cerita warga berbunyi getir barang sitaan itu tak benar-benar diamankan, melainkan kembali berputar di pasar gelap.

“Rokok banyak ditangkap Bea Cukai. Tapi, selepas itu dijual lagi. Mereka sekarang macam perampok di jalan,” ungkap seorang sumber yang menolak namanya disebut. Kata-katanya bagai luka lama yang tak kunjung sembuh.

Lenyap Diam-Diam

Suara lain menyusul, lirih namun tegas. “Mereka udah bisa tangkap di luar jona. Ada barang kena di Sanggau. Besoknya langsung hilang. Djual 1.700,” katanya kepada tim.

Dalam hitungan jam, barang bukti yang seharusnya terkunci di gudang negara tiba-tiba lenyap seperti asap disapu angin hutan.

Harga pun terang-terangan dibisikkan seribu tujuh ratus rupiah per batang, angka yang seharusnya tak diucapkan oleh siapa pun di jalur hukum.

“Itu mereka dapat 1.400. Eh tahunya barang Bea Cukai rokok. Banyak BC jual kan. Yang mereka tangkap dijual. Sopui gampang mereka dapat uang. Cek barang bukti pasti lenyap,” tambahnya.

Di balik kalimat sederhana itu, tersimpan ironi, negara dirugikan, keadilan dikhianati. Tak hanya rokok, isu serupa menyelimuti daging dan sosis.

“Orang Karantina tidak menerima. Limpahan sampai sekarang daging sama sosis. Kata orang Karantina saja sudah dongkol sama mereka. Bea Cukai ambil wewenang semua,” kata seorang warga lainnya.

Dalam bisik-bisik itu terkuak nama samar YE inisial. Petugas Bea Cukai yang disebut-sebut menyuruh orang itu membeli barang sitaan.

“450 kotak daging, 500 kotak sosis, masing-masing satu dusnya isi 20 kilogram. Lelong banyak mereka jual. Kalau rokok merek ERA, tangkapannya mereka,” kesalnya.

Kasus besar ini bukan sekadar isu pasar gelap. Ini cerita tentang kepercayaan publik yang terkikis. Warga perbatasan menggantungkan hidup pada jalur dagang resmi dan kebijakan negara pro rakyat. 

Ketika aparat yang seharusnya menjaga gerbang justru diduga memperjualbelikan kunci, siapa lagi yang bisa dipercaya?

Di balik seragam rapi dan plakat institusi, tudingan korupsi berkeliaran. Jika benar aparat yang mengaku menjaga marwah negara justru melanggar sumpahnya, maka negeri ini perlu cermin besar untuk menatap wajah sendiri.

Tanda Tanya Negara

Skandal ini membuka pertanyaan pedih ke mana barang bukti? Mengapa daging, sosis, dan rokok bisa menguap tanpa jejak?

Mengapa warga perbatasan, yang saban hari berhadapan dengan razia, justru menjadi saksi permainan licik?

Pemerintah daerah maupun pusat dan Kementerian Keuangan, sebagai atasan langsung Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seharusnya tak diam.

Audit juga segera menyeluruh mesti dilakukan secepatnya. Bukan sekadar jumpa pers rilis berita yang menenangkan publik.

Di kafe-kafe kecil Entikong dan Pos Lintas Batas, cerita ini bergaung lirih. Para pedagang kecil menahan resah, takut menyebut nama. Mereka tahu, suara yang lantang bisa berbalik jadi ancaman.

Sementara itu, jalan tikus perbatasan negara Indonesia-Malaysia terus ramai, menampung arus barang dan rahasia.

Malam semakin pekat. Hanya lampu-lampu jalan yang redup menyorot aspal basah. Di balik setiap langkah, tanya besar menggelayut apakah keadilan hanya pajangan?

Apakah hukum bisa dibeli murah, semurah rokok sitaan yang diduga dijual kembali? Hanya rumput kiasan yang paham itu.

Skandal Bea Cukai Kalimantan Barat bukan sekadar gosip kampung. Ini jeritan tentang bagaimana kekuasaan keserakahan dapat menyaru menjadi perampok.

Jika negara tak segera menindak, maka kepercayaan publik akan luruh seperti asap rokok yang lenyap di hutan perbatasan RI-Malaysia Kalimantan Barat.

Formulir Kontak