Kalimantannews.id, Kota Pontianak Kalimantan Barat - Di Kalimantan Barat, aroma kopi bukan sekadar wewangian yang menyeruak dari cangkir pagi.
Ia telah menjelma jadi denyut nadi sosial, bahasa keakraban, bahkan simbol kebangkitan ekonomi kreatif lokal.
Dari Kota Pontianak hingga Sintang, warung kopi tumbuh di setiap persimpangan kota, menjadi ruang cerita, tempat ide-ide mengalir sehangat uap arabika baru diseduh.
Dalam lanskap budaya yang begitu lekat dengan “ngopi”, Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Kalimantan Barat menangkap denyut itu dengan langkah lebih beraroma masa depan: Sertifikasi Profesi Barista bertajuk “Oktober Barista”.
Sebuah ajang bukan hanya untuk mencetak peracik kopi, melainkan juga membentuk insan kreatif peka rasa, peka situasi, dan peka terhadap nilai lokalitas.
“Tradisi ‘ngopi’ bukan sekadar menikmati minuman, tetapi juga bagian dari kebersamaan dan kehidupan sosial masyarakat,” ujar Kepala Disporapar Kalbar, Windy Prihastari dalam pembukaan acara.
Seniman di Balik Cangkir
Seorang barista, dalam pandangan Windy Prihastari, adalah seniman yang bekerja dengan indera kepekaan tinggi.
Di balik satu cangkir espresso, ada kalkulasi halus antara suhu air, kadar bubuk, dan waktu seduhan sebuah harmoni kecil yang dihasilkan dari latihan berjam-jam, ketelitian, dan cinta terhadap rasa.
“Barista adalah wajah dari industri kreatif. Mereka menciptakan bukan hanya kopi, tetapi juga pengalaman,” tegas Windy Prihastari.
Dari meja kecil kafe di tepian Kapuas hingga kedai berlampu temaram di Gang Potlot Pontianak, kehadiran barista kini menjadi magnet sosial baru.
Mereka bukan hanya pelayan rasa, melainkan komunikator budaya, duta kecil memperkenalkan kekayaan biji kopi lokal Kalbar Robusta dari Landak, Arabika dari Bengkayang, atau campuran khas Mandor kepada dunia haus cerita.
Melalui sertifikasi ini, para peserta juga dibimbing untuk memahami lebih dari sekadar teknik penyeduhan.
Mereka belajar tentang sejarah kopi lokal, etika pelayanan, manajemen kedai, hingga komunikasi pelanggan.
Inilah yang menjadikan “Oktober Barista” bukan sekadar pelatihan, tapi perjalanan membangun identitas profesional.
Cangkir Masa Depan
Program sertifikasi ini juga membawa semangat baru bagi ekonomi kreatif di 14 kabupaten/kota di Kalimantan Barat.
Dengan meningkatnya tren coffee culture, kebutuhan akan tenaga barista bersertifikat pun meningkat. Tak lagi sekadar hobi, profesi barista kini menjadi ladang karier yang menjanjikan.
Disporapar Kalbar melihat potensi ini bukan dengan pandangan sesaat, melainkan sebagai fondasi jangka panjang.
Dengan standar kompetensi yang diakui nasional, anak muda Kalimantan Barat tak lagi sekadar bermimpi.
Ini adalah tiket mereka tiket untuk berdiri sejajar, untuk diperhitungkan, dan untuk merebut tempat di dunia kerja yang kian sengit.
“Kami tak hanya membagikan secarik kertas bernama sertifikat,” lanjut Windy Prihastari, senyumnya mengembang penuh arti.
“Tetapi kami menitipkan api semangat untuk terus mencipta, untuk tak hanya mencari kerja, tetapi justru membuka pintu-pintu lapangan kerja bagi yang lain,” Windy Prihastari menambahkan.
Di balik semua angka statistik dan dokumen resmi, sesuatu jauh lebih halus sedang bertunas keyakinan hati.
Kepercayaan diri generasi muda bahwa identitas mereka—darah Kalbar yang mengalir dalam nadi bukanlah penghalang.
Ini melainkan kekuatan yang akan membawa mereka melangkah percaya diri ke panggung lebih sangat luas.
Mereka bukan sekadar penyeduh kopi, tetapi penerus budaya yang menyatukan. Mereka memelihara warisan lokal, menjaga aroma khas biji Kalbar agar tak tersapu arus kopi instan modern.
Dari uap kopi, lahirlah dialog. Dari dialog, tumbuhlah ekonomi. Dan dari ekonomi, tercipta keberlanjutan.
Kopi Sebagai Identitas
Pontianak, kota yang kerap diguyur hujan sore, memiliki tradisi lama dalam menikmati kopi. Maka, kota ini dijuluki Kota Seribu Warung Kopi.
Di warung-warung sederhana, warga bercakap soal politik, cuaca, bahkan masa depan anak mereka semua dimulai dari satu cangkir kopi.
Di sinilah makna “ngopi” menjadi lebih luas: ritual sosial yang mengikat lintas semua generasi setiap harinya.
Melalui “Oktober Barista”, pemerintah daerah ingin mengangkat kembali makna itu dalam konteks modern.
Kafe bukan hanya tempat bersantai, tetapi ruang produksi gagasan. Dan barista adalah penjaga atmosfernya.
Acara ini juga membuka peluang bagi barista muda untuk memperluas jaringan. Mereka bertemu dengan pemilik kedai, petani kopi, hingga pebisnis alat seduh.
Sebuah ekosistem yang saling menopang. Yang di mana setiap elemen memainkan perannya dengan indah.
Asa Cinta Kehangatan Menyatukan
Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan teknis. Ia adalah ruang pertemuan antargenerasi antara petani tua di pedalaman Kalbar menjaga ladang kopi dengan barista muda di kota meracik hasil bumi mereka menjadi secangkir seni.
Sertifikasi profesi ini, dalam arti lain, menjadi jembatan antara keringat dan cita rasa antara kerja keras dan kebanggaan.
Setiap peserta membawa pulang bukan hanya sertifikat, melainkan makna baru tentang profesi yang mereka cintai.
Ketika acara usai dan aroma kopi masih menggantung di udara aula, terasa ada sesuatu tumbuh di hati peserta keyakinan bahwa di setiap cangkir, tersimpan masa depan Kalimantan Barat.
Belajar Tentang Hidup
Kopi mengajarkan keseimbangan: antara pahit dan manis, antara sabar dan spontan. Begitu pula profesi barista, ia menuntut disiplin, rasa, dan hati yang selalu hangat.
“Oktober Barista” bukan hanya ajang sertifikasi, tapi sebuah perayaan kecil tentang bagaimana manusia dan kopi tumbuh bersama.
Kalimantan Barat kini tak hanya dikenal karena sungainya yang luas, tapi juga karena aromanya yang khas.
Mungkin, di masa depan, nama-nama barista muda Kalbar akan menembus panggung dunia membawa cerita dari tanah mencintai kopi, dari negeri belajar menakar rasa dengan sepenuh hati.
