
Kalimat itu bukan retorika kosong. Ia lahir dari kegelisahan nyata atas potensi terganggunya roda pembangunan Kalimantan Barat (Kalbar) hanya karena narasi politik yang tak berdasar.
Pada Sabtu, 4 Oktober 2025, di Kota Pontianak, Himpunan Pengusaha KAHMI Kalbar (HIPKA Kalbar) menyatakan komitmen siap menjadi perisai hukum bagi Gubernur Ria Norsan.
Bukan sekadar dukungan moral, tapi aksi nyata lewat HIPKA Law Firm, dipimpin Syahri, S.H., M.H., yang siap memberikan legal advice, advokasi, hingga langkah hukum proaktif.
Mengapa ini penting? Karena di balik jabatan seorang gubernur, ada target pertumbuhan ekonomi 8 persen, ada program nasional Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto-Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka, dan ada ribuan lapangan kerja menunggu realisasi.
Semua itu bisa runtuh jika kepemimpinan daerah terus digoyang oleh opini sesat dan tekanan politik tak berdasar.
Praduga Tak Bersalah
Salah satu fondasi utama pembelaan HIPKA Kalbar adalah prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence).
Ini bukan sekadar doktrin hukum—ini adalah hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 8 UU Nomor 48 Tahun 2009 dan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Status hukum Bapak Gubernur hingga saat ini adalah saksi,” tegas Syahri mengingatkan lebih jauh soal itu.
“Setiap upaya menjatuhkan nama baiknya seolah-olah telah bersalah adalah pelanggaran HAM dan penyimpangan terhadap proses peradilan yang adil,” ia kembali mengingatkan.
Dalam era media sosial, di mana trial by the press (pengadilan di media) sering menggantikan proses hukum yang sebenarnya, prinsip ini kerap diabaikan.
Narasi negatif menyebar lebih cepat daripada fakta. Reputasi hancur sebelum vonis dijatuhkan. HIPKA Kalbar menolak realitas itu.
Mereka tak hanya membela individu tapi menegakkan martabat sistem hukum Indonesia.
Karena jika praduga tak bersalah bisa diinjak-injak, maka siapa pun pengusaha, birokrat, bahkan warga biasa bisa jadi korban berikutnya.
Banyak yang menganggap, jika terjadi dugaan pelanggaran di bawah kepemimpinan seorang gubernur, maka otomatis ia bertanggung jawab. Salah besar.
HIPKA Law Firm menegaskan tanggung jawab pidana pimpinan daerah tidak otomatis. Harus ada dua unsur kunci: Mens rea (niat jahat), dan Actus reus (perbuatan melanggar hukum secara langsung).
“Tanpa bukti sah yang menunjukkan perintah atau pengetahuan langsung atas tindak pidana, secara hukum, seorang pimpinan tidak bisa serta-merta dipidana,” jelas Syahri.
Dasar hukumnya jelas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur secara rinci pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam birokrasi.
Tak semua keputusan teknis berada di tangan gubernur. Banyak dilimpahkan ke OPD, BUMD, atau instansi vertikal.
Menghukum seorang pemimpin tanpa bukti langsung bukan keadilan itu balas dendam politik berkedok hukum. Dan HIPKA Kalbar siap melawan itu.
Investasi Butuh Kepastian
Di balik isu hukum, ada dampak ekonomi nyata. Kalbar sedang berlari mengejar target pertumbuhan 8 persen.
Proyek infrastruktur, kawasan industri, dan program ketahanan pangan sedang digenjot. Tapi investor tak datang ke tempat yang tak stabil.
“Kami dari HIPKA Kalbar hadir untuk memastikan bahwa agenda pembangunan Kalbar tidak boleh tersendat oleh hiruk-pikuk isu politik yang tidak berdasar,” kata , Ketua Umum HIPKA Kalbar, Abdul Karim.
Pernyataan ini bukan retorika. Ini teriakan dari dunia usaha yang merasakan langsung betapa rapuhnya iklim investasi jika kepemimpinan daerah terus digoyang.
Setiap hari yang hilang karena drama politik adalah hari yang hilang bagi lapangan kerja, pendapatan daerah, dan kesejahteraan rakyat.
HIPKA Kalbar, yang menghimpun pengusaha dan profesional, tahu pembangunan butuh konsistensi, bukan sensasi. Dan mereka memilih berdiri di sisi kepastian hukum, bukan kegaduhan.
Melawan Hoaks, Menjaga Sinergi
Ancaman terbesar bukan hanya gugatan hukum—tapi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang menciptakan kebencian terhadap pemerintah daerah.
Ini juga lebih berbahaya karena merusak kepercayaan publik dan sinergi antara pemerintah dan dunia usaha.
Syahri menegaskan, HIPKA Law Firm akan melaporkan setiap penyebar berita bohong yang mencemarkan nama baik Gubernur dan menghambat pembangunan. Mereka juga akan mengedukasi publik tentang proses hukum yang adil.
“Kami ingin masyarakat dan pelaku usaha tidak terpancing oleh isu menyesatkan,” ucapnya mengingatkan.
“Karena jika sinergi ini rusak, yang rugi bukan hanya pemerintah, tapi seluruh rakyat Kalbar,” ia menjelaskan.
Ini adalah bentuk tanggung jawab sosial pengusaha: tidak hanya mencari untung, tapi juga menjaga iklim yang memungkinkan pembangunan berjalan.
Para Penjaga Demokrasi
HIPKA Kalimantan Barat mengajarkan sesuatu yang langka pengusaha tidak hanya bicara laba, tapi juga prinsip.
Mereka memilih berdiri di garis depan membela negara hukum, keadilan prosedural, dan keberlanjutan pembangunan.
Dalam dunia yang sering mempertentangkan bisnis dan etika, mereka membuktikan keduanya bisa berjalan seiring. Karena tanpa keadilan, tak ada investasi.
Tanpa kepastian, tak ada pertumbuhan. Dan tanpa stabilitas, tak ada masa depan. Gubernur Ria Norsan mungkin sedang diuji. Tapi ia tak sendiri.
Di belakangnya berdiri komunitas pengusaha yang paham membangun daerah bukan soal kekuasaan, tapi soal tanggung jawab kolektif. Dan dalam ujian itu, HIPKA Kalbar memilih jadi penjaga, bukan penonton.