
Polantas Kapuas Hulu: Menyapa Bukan Sekadar Kunjungan, Tapi Memeluk Kenangan Kemanusiaan
Kalimantannews.id, Kapuas Hulu - Ada yang berbeda di udara Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Bukan kabut sungai yang menyelimuti, bukan deru kendaraan yang memecah sunyi tapi langkah kaki anggota Polantas sengaja melipir dari jalan raya, mengetuk pintu rumah-rumah tua, membawa senyum, sembako, dan rasa hormat tak terucap.
Mereka datang bukan untuk razia. Bukan untuk tilang. Tapi untuk menyapa.
Ya, “Polantas Menyapa” bukan slogan kosong. Ini gerakan jiwa. Gerakan yang lahir dari napas HUT Lalu Lintas Bhayangkara ke-70, tapi berdetak jauh lebih dalam dari sekadar seremoni.
Di tangan Kasat Lantas Polres Kapuas Hulu, AKP Cahya Purnawan dan timnya, momentum peringatan ini diubah jadi pelukan moral bagi mereka yang pernah berjaga di garis depan, dan uluran tangan bagi mereka yang kini berjuang di garis belakang kemiskinan.
Dua Rumah, Dua Kisah
Di Jalan M. Yasin, rumah sederhana An. Parwana menyambut rombongan dengan pintu terbuka lebar. Usianya sudah senja. Tubuhnya tak lagi tegap seperti dulu saat mengenakan seragam cokelat.
Tapi matanya masih berbinar ketika melihat seragam itu datang kali ini bukan untuk operasi, tapi untuk silaturahmi.
“Saya kira sudah dilupakan,” tuturnya lirih, sambil memegang paket sembako yang diberikan gula, kopi, teh, mie instan. Barang sederhana. Tapi maknanya? Tak tergantikan.
Tak jauh dari situ, di Jalan A. Dogom, rumah Dony menyambut dengan senyum getir. Ia pensiunan polisi yang kini hidup tenang, jauh dari hiruk-pikuk markas.
“Dulu saya yang jaga jalan, sekarang jalan yang menjaga saya,” candanya, sambil menunjuk tongkat yang kini jadi penopang langkahnya.
Kunjungan ini bukan cuma seremonial. Ini pengakuan. Pengakuan bahwa jasa mereka yang dulu berjibaku di panas dan hujan, mengatur arus kendaraan, menertibkan pelanggar, menyelamatkan nyawa di jalan masih dihargai. Masih dikenang. Masih dihormati.
Kasat Lantas Polres Kapuas Hulu, AKP Cahya Purnawan dengan suara rendah tapi penuh bobot, berkata mereka adalah fondasi.
"Tanpa mereka, kami tak akan berdiri di sini. Memberi sembako bukan soal nilai materi. Tapi soal pesan ‘Kami masih ingat. Kami masih sayang" kata AKP Cahya Purnawan.
Misi Menebar Kebaikan
Tapi gerakan “Polantas Menyapa” tak berhenti di rumah purnawirawan. Seperti aliran Sungai Kapuas yang tak kenal lelah, kepedulian itu mengalir ke rumah rumah lain yang atapnya bocor, yang dapurnya sering tak berasap, yang anak-anaknya menahan lapar demi bisa sekolah.
Di sudut lain Putussibau Utara, ibu-ibu menerima paket sembako dengan mata berkaca-kaca.
Beras 5 kg, mie instan satu dus, gula, kopi, teh barang yang mungkin dianggap remeh di kota besar, tapi di sini, di pelosok Kalimantan Barat, itu adalah napas tambahan.
“Saya kerja jadi buruh cuci. Kadang dapat, kadang tidak. Ini… ini berkah,” kata seorang ibu sambil menggenggam erat beras yang diberikan.
Ipda Agung Herlambang, Kaur Bin Ops Satlantas, menambahkan," Kami ingin tunjukkan bahwa Polantas bukan hanya penegak hukum. Kami juga manusia. Kami juga punya hati. Dan hati ini ingin dekat dengan rakyat.”
Inilah wajah Polri Humanis yang sering didengungkan tapi jarang dirasakan. Di Kapuas Hulu, ia bukan retorika.
Ia nyata. Ia hadir dalam bentuk sembako, jabat tangan, dan senyum tulus di tengah keterbatasan.
Di era di mana polisi sering dicap “galak”, “seram”, atau “cuma cari duit”, gerakan seperti ini adalah counter-narrative yang cerdas. Ini bukan sekadar CSR. Ini strategi membangun trust jangka panjang.
Pertama, dari sisi psikologis sosial masyarakat butuh merasa dilindungi, bukan ditakuti. Ketika polisi datang dengan membawa bantuan, bukan surat tilang, maka citra “musuh” berubah jadi “sahabat”.
Ini penting, terutama di daerah terpencil seperti Kapuas Hulu, di mana kehadiran negara seringkali hanya terasa saat ada razia atau kejahatan.
Kedua, dari sisi nilai historis Menghargai purnawirawan adalah bentuk pengakuan terhadap institusi. Ini mengirim pesan ke generasi muda polisi.
“Pengabdianmu tidak akan dilupakan. Negara ingat.” Ini membangun loyalitas dan semangat pengabdian.
Ketiga, dari sisi branding institusi di tengah gempuran media sosial yang cepat menyebarkan citra negatif, kegiatan seperti ini adalah soft power yang ampuh.
Foto polisi tersenyum bagi-bagi sembako lebih viral daripada foto polisi marah-marah. Dan viralitas positif inilah yang perlahan mengubah persepsi publik.
Kopi dan Kenangan
Di beranda kayu rumah Parwana, Kasat Lantas Polres Kapuas Hulu, AKP Cahya Purnawan duduk bersila.
Di antara mereka, secangkir kopi hitam mengepul. Tak ada protokol. Tak ada jarak jabatan. Hanya dua orang yang satu masih bertugas, yang satu sudah pensiun berbagi cerita lama.
“Dulu tahun ’98, saya jaga simpang empat dekat pasar. Macet parah. Belum ada lampu merah. Semua manual,” kenang Parwana.
Cahya tersenyum. “Sekarang pun masih sering manual, Pak. Tapi sekarang ada CCTV, ada aplikasi. Beda zaman.”
Mereka tertawa. Kopi mereka hampir habis. Tapi rasa hangatnya? Masih tersisa.
Di rumah Bu Siti, seorang janda tua penerima sembako, Aiptu Sophian membantu mengangkat beras ke dapur. “Hati-hati, Bu. Jangan angkat sendiri nanti sakit pinggang.”
“Nak, kamu polisi ya? Kok baik sekali?” tanya Bu Siti polos.
“Iya, Bu. Polisi juga punya ibu. Kalau ibu saya jauh, izinkan saya jadi anak Bu Siti hari ini,” jawab Sophian, membuat Bu Siti menitikkan air mata.
Ini bukan angka. Ini bukan pula statistik. Tapi rasa. Bukan laporan. Tapi cerita. Dan cerita inilah yang melekat di hati pembaca jauh lebih dalam daripada headline berita kecelakaan atau razia SIM.
Di Ujung Jalan
Kegiatan ini berakhir dengan laporan resmi “Lancar, aman, kondusif.” Tapi bagi mereka yang menerima sembako, yang dipeluk oleh seragam cokelat, yang merasa “masih diingat” ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar kepercayaan.
Di tengah hutan Pulau Kalimantan bagian barat itu, di tepi sungai yang tenang, Polantas Kapuas Hulu membuktikan bahwa tugas mereka bukan hanya mengatur lalu lintas kendaraan, tapi juga lalu lintas hati.
Dari masa lalu ke masa kini. Dari purnawirawan ke warga miskin. Dari institusi ke manusia.
Dan ketika Kasat Lantas Polres Kapuas Hulu, AKP Cahya Purnawan menutup kegiatan dengan senyum, ia tahu.
“Kami bukan cuma mengatur jalan. Kami sedang membangun jalan jalan kepercayaan, jalan kemanusiaan, jalan pulang ke hati rakyat,” kata Kasat Lantas Polres Kapuas Hulu, AKP Cahya Purnawan.