Gotong Royong Jembatan Mataso-Ulak Pauk: Kisah Warga Kapuas Hulu Mengejar Akses Hidup - Kalimantannews.id

Gotong Royong Jembatan Mataso-Ulak Pauk: Kisah Warga Kapuas Hulu Mengejar Akses Hidup

 Gotong Royong Jembatan Mataso-Ulak Pauk: Kisah Warga Kapuas Hulu Mengejar Akses Hidup

Gotong Royong Jembatan Mataso-Ulak: Kisah Warga Kapuas Hulu Mengejar Akses Hidup
Kalimantannews.id, Kapuas Hulu - Sebuah jembatan, bagi sebagian orang, hanyalah sekadar rangka baja atau balok kayu yang menghubungkan dua daratan. 

Namun, bagi warga di ruas Jalan Mataso–Ulak Pauk Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, jembatan adalah urat nadi kehidupan. 

Saat jembatan itu rusak, yang roboh bukan hanya kayunya, melainkan juga harapan, akses pendidikan, roda ekonomi, hingga rasa aman masyarakat.

Di tengah ketidakpastian menunggu sentuhan pembangunan permanen dari pemerintah daerah, muncul kisah heroik penuh peluh dan pelajaran: gotong royong. 

Sebuah semangat kolektif yang mempersatukan warga, ASN, perangkat desa, TNI, dan Polri, seolah mengingatkan bahwa "pembangunan sesungguhnya dimulai dari tangan rakyat sendiri".

Jembatan Harapan Warga

Pagi itu, udara Embaloh Hulu masih berkabut tipis. Namun, deru suara gergaji, hentakan palu, dan aroma kayu basah mengisi udara. 

Camat Embaloh Hulu, Silvester Rommy SS, memimpin langsung aksi gotong royong perbaikan dua jembatan yang rusak parah di ruas Jalan Mataso-Ulak Pauk.

"Kerusakan ini sudah mengganggu aktivitas warga. Anak-anak sulit ke sekolah, akses layanan kesehatan terhambat, dan ekonomi lokal nyaris lumpuh," ungkap Rommy dengan mata yang menatap kosong ke arah papan kayu lapuk yang berserakan pada Kamis, 4 September 2025.

Di balik wajahnya yang tegas, tersimpan kegelisahan. Sebab, ini bukan sekadar proyek perbaikan jembatan, melainkan pertaruhan masa depan ratusan kepala keluarga yang mengandalkan akses jalan tersebut.

Peluh Gotong Royong

Ketika pemerintah daerah masih sibuk menyusun prioritas anggaran, warga Mataso dan Ulak Pauk sudah lebih dulu bergerak. 

Mereka menyatukan tenaga, pikiran, dan bahkan sisa-sisa tabungan demi satu tujuan memastikan jembatan bisa dilalui kembali.

ASN kecamatan, perangkat desa, Danramil, Kapolsek, hingga masyarakat biasa melebur tanpa sekat status sosial.

Tidak ada seragam, tidak ada pangkat hanya pakaian kerja sederhana yang basah keringat. Di sudut lain, seorang ibu rumah tangga menyiapkan kopi dan penganan sederhana untuk para pekerja. 

Tak banyak yang bisa ia berikan, tetapi setiap cangkir kopi menjadi energi kecil yang menjaga semangat gotong royong tetap menyala.

Asa Pembangunan Tertunda

Meski aksi gotong royong ini menyentuh hati, ada ironi besar yang tak bisa diabaikan. Mengapa perbaikan jembatan vital ini harus menunggu inisiatif warga?

Mengapa masyarakat dipaksa menanggung risiko kecelakaan setiap kali melintasi jalan utama yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah?

"Semangat gotong royong ini luar biasa, tapi jangan sampai menutupi fakta bahwa pembangunan permanen tetap menjadi kewajiban pemerintah," tegas Camat Rommy dalam nada setengah berbisik.

Di balik papan-papan kayu sementara itu, tersimpan harapan besar respon cepat pemerintah daerah dan provinsi. 

Sebab, tanpa intervensi serius, roda ekonomi Kapuas Hulu akan terus terganggu. Jembatan bukan sekadar penghubung daratan, ia adalah penghubung kehidupan.

Kisah perbaikan dua jembatan rusak di Kapuas Hulu ini sesungguhnya menggambarkan potret kecil persoalan besar di Indonesia: ketimpangan infrastruktur desa.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, Kalimantan Barat masih memiliki 1.128 titik infrastruktur darurat yang menunggu penanganan. 

Jalan desa sepanjang 3.700 km di provinsi ini belum teraspal, sementara 27 persen jembatan yang ada dalam kondisi rusak ringan hingga berat.

Dampaknya langsung terasa warga harus menempuh jalur memutar hingga 15 kilometer untuk menghindari jembatan rusak.

Perbaikan darurat dua jembatan rusak di ruas Jalan Mataso-Ulak Pauk, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, memantik kisah gotong royong luar biasa. 

Warga, ASN, TNI, dan Polri bahu-membahu demi menjaga mobilitas perekonomian, akses pendidikan, dan layanan kesehatan. 

Distribusi hasil pertanian terhambat, harga komoditas turun hingga 18 persen. Akses layanan kesehatan darurat memakan waktu dua kali lipat lebih lama.

Jika tidak segera ditangani, potensi kerugian ekonomi Kapuas Hulu bisa mencapai Rp4,7 miliar per tahun hanya karena keterbatasan akses jalan dan jembatan.

Di balik kisah sederhana tentang jembatan kayu dan gotong royong, tersembunyi pesan besar tentang kesadaran kolektif dan krisis kebijakan. 

Warga Kapuas Hulu sudah menunjukkan bahwa mereka mampu menjaga denyut kehidupan dengan tangan sendiri. 

Namun, tanpa dukungan nyata dari pemerintah, maka dari itu, perbaikan darurat hanyalah penunda bencana.

Saatnya jembatan di Kapuas Hulu berdiri kokoh, bukan hanya di atas kayu lapuk, melainkan di atas pondasi kebijakan publik yang berpihak pada rakyat.

Formulir Kontak