
Undang-Undang Pasar Digital (Digital Markets Act/DMA) yang berlaku sejak tiga tahun lalu menuntut keadilan ekosistem terbuka, data bisa berpindah, pengguna bebas memilih. Big Tech tentu panas dingin.
Apple paling getol vokal mengeluh lantang bahwa aturan ini membuat pengalaman pengguna “lebih buruk”.
Namun alih-alih introspeksi, Cupertino justru menuding Brussels sebagai biang keladi keterlambatan fitur.
AirPods yang seharusnya bisa terjemahan langsung, pencerminan iPhone ke Mac, hingga fitur rute favorit di Maps semua tertahan.
“Daftarnya kemungkinan bertambah panjang,” gumam Apple dalam blog resmi, seolah menagih simpati.
Regulasi Versus Privasi
Apple berdalih, interoperabilitas yang diwajibkan DMA sulit diselaraskan dengan janji suci privasi. Perusahaan mengaku sudah mengusulkan cara aman, tapi Komisi Eropa menolak.
“Jika kami meluncurkan fitur lebih awal tanpa kompatibilitas lintas platform, kami bisa didenda atau dipaksa menarik produk,” tulis mereka. Nada ancaman yang disamarkan jadi kekhawatiran.
Uni Eropa menanggapi dingin. Juru bicara Thomas Regnier menegaskan tak ada satu pasal pun dalam DMA yang mengharuskan perusahaan menurunkan standar keamanan.
“Tujuannya hanya memberi pengguna lebih banyak pilihan, membuka pasar, dan menciptakan kompetisi sehat,” katanya.
Ironi Pasar Bebas
Ironi menetes di sini. Apple yang kerap memamerkan inovasi kini keteteran ketika panggung tak lagi tunggal.
Selama ini ekosistem iOS tertutup rapat, mengikat pengembang dan pengguna dalam taman tembok raksasa. DMA menuntut pagar itu dibuka. Kebebasan justru dianggap ancaman.
Apple juga baru saja diganjar denda lebih dari 550 juta dolar karena memaksa pengembang tetap bertransaksi lewat App Store.
Gugatan banding diajukan, tapi reputasi “kampiun privasi” tercoreng. Di balik layar, kebebasan yang mereka tolak kian terasa seperti strategi mempertahankan monopoli.
Ini Ketergantungan Ekosistem
Bagi pengguna, keterlambatan fitur bukan sekadar drama regulasi. Ini menyingkap kelemahan produk Apple sendiri.
Ketergantungan ekosistem. Fitur premium seperti mirroring iPhone ke Mac baru terasa bernilai bila pengguna punya perangkat Apple lain.
Harga tinggi tanpa fleksibilitas. Jika DMA benar-benar diterapkan, pilihan toko aplikasi pihak ketiga bakal menekan margin, membuat pengguna bertanya, “Mengapa harus bayar mahal untuk kebebasan terbatas?”
Transparansi minim. sekali Klaim privasi jadi tameng, padahal model bisnis bergantung pada kontrol penuh.
Data dan Fakta
550 juta dolar AS, denda Uni Eropa kepada Apple awal 2025 atas pelanggaran DMA yang disingkat Digital Markets Act.
3 tahun, usia penerapan DMA, sejak disahkan 2022. Ribuan pengembang menunggu kepastian akses App Store alternatif.
Fitur tertunda. Ada beragam terjemahan AirPods, iPhone Mac mirroring, rute favorit Maps. Regulasi ini ibarat palu godam yang memaksa Apple merasakan kompetisi sesungguhnya.
Bagi Uni Eropa, DMA adalah upaya menjaga pasar digital tetap sehat, menghindari ketergantungan pada satu raksasa.
Bagi Apple, aturan ini ancaman terhadap “kesederhanaan” yang mereka jual mahal di antara merek lainnya itu.
Jika Apple benar-benar percaya pada kualitas produk, mengapa takut dengan persaingan terus menerus sih?
Kenapa kebebasan pengguna selalu disamarkan sebagai risiko keamanan? Pertanyaan itu menggema di ruang publik, menunggu jawaban selain kalimat klasik tentang privasi.
Perang argumen belum selesai. Komisi Eropa tetap bersikeras, Apple tetap membantah. Tapi publik terutama pengguna setia iPhone mulai menimbang ulang.
Di balik desain elegan dan logo apel tergigit, ada pertarungan lama antara kuasa pasar dan hak konsumen.
Apakah Apple akan luluh, atau malah menunda lebih banyak fitur demi mempertahankan benteng eksklusifnya?
Sementara itu, pengguna Eropa hanya bisa menatap layar iPhone mereka menunggu pembaruan yang entah kapan hadir.
Mereka juga sembari bertanya siapa sebenarnya yang mereka lindungi, privasi kita atau dompet mereka?