
Badai itu datang dari sebuah akun TikTok bernama Surya Info, yang tanpa malu melemparkan bara fitnah ke wajah publik.
Konten yang disebarkan menyasar sosok yang selama ini dikenal arif dan santun: Haji Ria Norsan, Gubernur Kalimantan Barat.
Tak hanya lewat TikTok, provokasi itu mengular lewat grup WhatsApp—seperti api menjalar di padang ilalang kering.
Poster-poster yang menyebar menampilkan foto Bapak Gubernur berdampingan dengan Ibu Hj. Erlina, Bupati Mempawah, diapit oleh kalimat menyeramkan yang bernada destruktif: “Gurita Korupsi Kerajaan Erlangga”, “Dibohongi Gubernur Kalimantan Barat.”
Kalimat yang menggigit. Tuduhan yang membusuk. Dan bangsa ini telah cukup kenyang dengan dusta.
Ketika Kata Menjadi Senjata dan Gawai Menjadi Medan Perang
Era digital memudahkan siapa pun untuk bicara. Tapi, ketika kebebasan berekspresi dikotori oleh fitnah, kita tak lagi bicara soal demokrasi—melainkan penganiayaan yang disamarkan dalam bentuk konten viral.
LSM MEMPAWAH BERANI, dalam pernyataannya yang mengguncang jagat media lokal hari ini, mengutuk keras tindakan akun Surya Info.
Dalam pernyataan yang dilontarkan langsung oleh Ketua Maman Suratman, organisasi ini menyuarakan keprihatinan mendalam.
“Ini bukan lagi kritik. Ini adalah penyerangan pribadi, politisasi yang jahat, dan pembunuhan karakter,” kata Maman.
Sebait kalimat yang menggambarkan betapa pilunya ketika ruang publik ternodai oleh kebohongan.
Fitnah Itu Bernama Viral
Kita hidup di zaman ketika informasi lebih cepat dari cahaya. Tapi kebenaran, seperti biasa, datang tertatih.
Dan di ruang itulah hoaks menemukan panggungnya. Video berdurasi 30 detik bisa menghancurkan nama baik yang dibangun puluhan tahun.
Tak ada mekanisme verifikasi, tak ada klarifikasi, hanya caci-maki dan sinisme yang jadi konsumsi.
Dan yang paling tragis: masyarakat ikut terhisap dalam pusaran ketidaktahuan yang menyenangkan.
Mereka tertawa, membagikan, dan ikut menebar luka—tanpa sadar sedang ikut menuliskan sejarah kelam peradaban digital kita.
Satu Nama, Dua Simbol
Nama Ria Norsan bukan sekadar pejabat. Ia adalah simbol. Wajah dari harapan Kalimantan Barat.
Begitu pula Hj. Erlina, seorang Bupati perempuan yang berdiri di antara tradisi dan modernitas, meniti jalan sunyi birokrasi yang tak selalu ramah pada keberanian.
Ketika dua nama ini dijadikan sasaran kebencian, maka kita semua terluka. Dan luka itu tak bisa disembuhkan oleh maaf, jika hukum tak lebih dulu ditegakkan.
Hukum Pilar Terakhir yang Masih Tersisa
LSM MEMPAWAH BERANI menuntut tegakkan hukum. Jangan biarkan kebohongan menjadi tradisi.
Jangan biarkan martabat publik dibayar murah oleh jempol-jempol liar yang hanya haus engagement.
“Kami mendesak Gubernur mengambil langkah hukum terhadap pelaku dan siapa pun yang menyebarkan materi fitnah,” tegas Maman.
Ini bukan dendam. Ini perjuangan menegakkan keadilan di tengah era keterbukaan yang liar.
Digital Tak Lagi Netral
Platform seperti TikTok dan WhatsApp yang semula sekadar media hiburan dan komunikasi, kini berubah menjadi medan politik yang panas, berisik, dan kejam. Di sana, siapa pun bisa menjadi raja—asal tahu cara bermain algoritma.
Dan Surya Info telah memainkannya dengan sempurna. Tapi, seperti semua tirani, ia juga layak ditantang.
Bagi LSM MEMPAWAH BERANI, ini bukan sekadar membela Ria Norsan atau Erlina. Ini tentang melindungi ruang digital dari menjadi kuburan akal sehat.
Ajakan dari Kalbar untuk Indonesia
Ajakan LSM Mempawah Berani menggema bukan hanya untuk Kalbar. Ini adalah seruan nasional.
Jangan biarkan ruang digital dikuasai oleh hasutan. Jangan biarkan jempol lebih tajam dari keadilan.
“Kami imbau seluruh masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh propaganda digital yang tidak bertanggung jawab,” kata Maman, kalimat yang kini menghiasi berita utama sore ini.
Jangan Biarkan Kalimantan Barat Menjadi Laboratorium Kebencian
Di tanah yang subur oleh hutan dan sungai, jangan biarkan racun digital membusukkan akarnya.
Karena yang dipertaruhkan bukan sekadar reputasi pribadi, tapi harmoni sosial yang telah lama dirawat.
Masyarakat Kalbar harus waspada. Hoaks bukan sekadar kesalahan informasi. Ia adalah peluru. Dan peluru tak pernah netral.
Ketika Kebenaran Tak Viral, Tapi Harus Diperjuangkan
Berita hari ini bukan tentang satu video atau satu akun. Ini adalah cerita tentang bagaimana sebuah bangsa memilih untuk berdiri di sisi yang benar, bahkan ketika itu tak populer.
Ria Norsan dan Hj. Erlina hari ini menjadi simbol dari wajah-wajah yang harus kita jaga.
Bukan karena mereka sempurna, tapi karena mereka adalah bagian dari sistem yang harus dilindungi agar demokrasi tidak tumbang oleh fitnah.
Dan untuk itu, kita harus terus bersuara. Karena diam adalah bentuk lain dari pengkhianatan.