Sukabumi%20Perusahan%20BUNGKAM%20BRO.png)
Di sebuah sudut pabrik megah bernama PT Pratama Abadi Industri yang terletak di wilayah Sukalarang, Sukabumi, Jawa Barat, pagi itu tidak seperti biasanya.
Burung-burung masih berkicau riang, buruh masih sibuk dengan mesin-mesinnya, dan udara Jawa Barat yang sejuk mengalun lembut.
Namun, siapa sangka, di balik keheningan itu tersimpan drama besar: pencurian kabel listrik yang berujung pada pengungkapan jaringan narkoba di lingkungan perusahaan.
Sebuah kisah tragikomedi yang layak masuk dalam film dokumenter investigatif, atau mungkin sinetron bertajuk Kabel Cinta Beracun.
Tapi sayang, ini bukan fiksi. Ini nyata. Dan ini terjadi hari Kamis, 12 Juni 2025. Adegan Pertama: Saat CCTV Menangkap “Cinta Terlarang” dengan Kabel Listrik
Semua bermula ketika seorang pekerja melakukan hal yang lumrah bagi sebagian orang: mencuri kabel listrik.
Tapi bukan sembarang kabel, ini adalah kabel vital milik perusahaan tempat ia bekerja.
Sebuah tindakan yang menyeret rasa hormat kita sebagai pembaca, untuk mempertanyakan: apakah uang gaji bulanan sudah tak cukup lagi?
Namun, nasib berkata lain. Aksi tersebut ternyata tertangkap oleh CCTV, mata-mata elektronik yang tak pernah tidur.
Dengan sigap, manajemen perusahaan langsung membekuk pelaku dan menyerahkannya ke Polsek Sukalarang yang tidak jauh dari perusahaan tersebut.
Sebuah prosedur yang patut diapresiasi, walau tentu saja membuat suasana kantin pabrik agak canggung hari itu.
Adegan Kedua: Saat Polisi Membuka Saku dan Menemukan “Hadiah” Tak Terduga
Jika hanya soal pencurian kabel, kasus ini mungkin akan cepat selesai.
Tapi, saat polisi mulai memeriksa pelaku, mereka menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar logam tembaga.
Di dalam saku celana si pencuri, tersembunyi obat haram yang bisa membuat jiwa bergoyang tanpa musik.
Ini bukan hanya soal mencuri, tapi juga soal perdagangan dan pemakaian narkoba. Dan inilah titik awal dari ledakan informasi yang kemudian viral di Sukabumi.
Adegan Ketiga: Ledakan Informasi, Belasan Pekerja Tercium diduga mereka juga sebagai pengguna,
yang tadinya hanya satu kasus, perlahan-lahan menjadi epidemi kecil di dalam lingkaran pekerja pabrik.
Setelah penyelidikan intensif, polisi berhasil menelusuri jejak narkoba tersebut hingga akhirnya mengungkap bahwa jumlah pengguna barang haram di lingkungan PT Pratama Abadi Industri mencapai 13 orang .
Tentu saja, angka ini cukup membuat heboh. Bagaimana tidak? Tempat kerja yang seharusnya menjadi pusat produktivitas dan inovasi, ternyata juga menjadi arena transaksi gelap dan konsumsi obat-obatan terlarang.
Antara Gaji, Tekanan Kerja, dan Godaan Dunia Malam
Apa sebenarnya yang terjadi?
Pertama , soal upah murah. Banyak pekerja di pabrik-pabrik seperti ini digaji pas-pasan.
Uang yang diterima tiap bulan seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
Dalam situasi seperti ini, tekanan hidup bisa membuat manusia melakukan hal-hal yang tidak rasional—termasuk mencuri dan menggunakan narkoba.
Kedua , tekanan psikologis. Dunia kerja pabrik yang monoton dan repetitif bisa membuat seseorang merasa seperti robot.
Rasa bosan, stress, dan kurangnya ruang untuk berekspresi bisa mendorong mereka mencari pelarian—dan kadang, pelarian itu berwujud pil yang menjanjikan euphoria instan.
Ketiga, maraknya peredaran narkoba di kalangan pekerja informal maupun formal. Fakta menyedihkan yang jarang dibahas adalah betapa mudahnya akses narkoba di daerah-daerah industri.
Bahkan di pinggiran kota seperti Sukabumi, pasar gelap narkoba tetap hidup dan berkembang pesat.
Kabel Listrik Mati, Tapi Otak Masih Nyala
Kalau boleh berbicara dalam gaya satire, mari kita lihat dari sisi lucunya—walau tentu saja ini bukan lelucon.
Bayangkan saja: sebuah perusahaan yang seharusnya menghasilkan produk-produk teknologi atau alat-alat industri, malah menjadi lahan subur untuk perdagangan narkoba.
Kabel listrik dicuri, lalu otak para pekerjanya pun ikut "terbakar" karena narkoba. Ironis, bukan? Seolah-olah, listrik mati di pabrik, tapi nyala di kepala .
Tapi karena kabel itu penting dan langsung terdeteksi hilang, maka si pencuri pun kena. Dan dari sanalah terbongkar kisah hitamnya.
Fenomena Gunung Es
Dari kasus ini, kita harus bertanya: apakah ini benar-benar kasus pertama kali? Atau hanya salah satu dari sekian banyak kasus yang belum terbongkar?
Kita juga perlu melihat bagaimana sistem penegakan hukum dan pengawasan internal di perusahaan bekerja.
Apakah ada program rehabilitasi bagi pekerja yang terlibat narkoba? Apakah perusahaan memiliki program deteksi dini terhadap perilaku menyimpang?
Selain itu, kita juga harus menyoroti peran pemerintah daerah. Apakah program sosialisasi anti-narkoba sudah cukup efektif sampai ke pelosok Sukabumi?
Atau justru program itu hanya berakhir sebagai angka di laporan tahunan?
Kisah yang Lebih Besar
Kasus ini bukan hanya tentang kabel dan narkoba. Ini adalah cerminan kehidupan modern kita: manusia yang terjebak dalam tekanan ekonomi, godaan materi, dan kesenjangan antara harapan dan realitas .
Pekerja pabrik, seperti siapa pun di dunia ini, ingin hidup sejahtera. Tapi ketika jalan menuju kesejahteraan itu sulit, dan godaan untuk mengambil jalan pintas begitu kuat, maka manusia bisa tergelincir.
Maka, jika kita ingin menghindarkan generasi muda dari jalan yang sama, kita harus mulai dari:
- Memberikan lapangan kerja yang layak dan memberi upah yang pantas.
- Membangun sistem kontrol yang baik di tempat kerja.
Memperkuat edukasi dan pencegahan terhadap bahaya narkoba.- Mengembangkan sarana rekreasi dan hiburan yang sehat agar pekerja tidak mudah tergoda untuk “melarikan diri”.
Kabel Bisa Diganti, Jiwa Sulit Ditebus
Kasus pencurian kabel dan penggunaan narkoba di Sukabumi ini mungkin hanya satu dari ribuan kasus serupa di seluruh Indonesia.
Tapi, ia adalah alarm yang berbunyi keras: ada yang salah dalam cara kita menjaga hati, pikiran, dan jiwa para pekerja bangsa ini .
Kabel listrik bisa diganti. Mesin bisa diperbaiki. Tapi jika jiwa sudah rusak, jika moral sudah pudar, maka butuh waktu lama untuk membangun kembali.
Dan mungkin, dari Sukabumi ini, kita bisa belajar: bahwa keadilan dan empati adalah dua kabel penting yang harus selalu terhubung dalam tubuh rakyat semesta.