Mafia Emas Kalimantan Barat Kembali Beraksi, Lisan Bahar Tinggalkan Jejak Uang Asing! - Kalimantannews.id

Mafia Emas Kalimantan Barat Kembali Beraksi, Lisan Bahar Tinggalkan Jejak Uang Asing!

Mafia Emas Kalimantan Barat Kembali Beraksi, Lisan Bahar Tinggalkan Jejak Uang Asing!
Mafia Emas Kalimantan Barat Kembali Beraksi, Lisan Bahar Tinggalkan Jejak Uang Asing!
KPK Tahan Siman, Polisi Kebingungan Cari Lisan: Apakah Ini Sandiwara Hukum?

Kaburnya Lisan Bahar: Adegan Aksi Nyata Dari Drama Emas Ilegal di Kalimantan Barat!

Kalimantan Barat: Tanah Emas, Surga untuk Para Cukong, Neraka Bagi Hukum

Lisan Bahar Kabur, Emas dan Dolar Tercecer: Bisnis Mafia yang Tak Pernah Mati

Lisan Bahar Melenggang, Polisi Bingung: Siapa Sebenarnya Harus Ditangkap?

Dari Bandara ke Perdana Square: Riwayat Pelarian Sang Raja Emas Gelap

Kalimantannews.id, Kota Pontianak - Di tengah riuh rendah pagi Kota Pontianak, Sabtu, 4 Mei 2025, aparat penegak hukum kembali gagal mempertontonkan adegan heroik seperti dalam film-film laga Hollywood. 

Kali ini, targetnya adalah seorang pria bernama Lisan Bahar , alias Lim Ciun On , alias “Si Emas Durian”, alias “Burung Bebas yang Tak Pernah Tertangkap”.

Penggerebekan besar-besaran dilakukan di kompleks ruko Perdana Square, Pontianak Selatan Kalimantan Barat. 

Namun, alih-alih menemukan sosok legendaris itu, polisi hanya mendapati jejak langkah kosong, 47 lembar emas batangan, serta satu kardus berisi duit dalam mata uang asing—total puluhan hingga ratusan miliar rupiah.

Dan si buron? Hilang bak ditelan bumi. Sementara petugas hanya bisa mengelus dada, menggeleng-geleng, dan menyatakan bahwa Lisan Bahar sedang dalam pengejaran.

“Dia kabur,” kata Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Adhe Hariadi, dengan ekspresi layaknya aktor sinetron yang baru saja ditinggal nikah kekasihnya. 

Emas Batangan 47 Lembar, Dolar Berhamburan: Bukti Keberhasilan Atau Kebohongan?

Jika ada yang bertanya, “Apa yang membuat kasus ini menarik?” jawabannya bukan sekadar jumlah emas yang disita, atau nilai uang tunai yang mencapai angka fantastis. Yang unik justru adalah cara penggerebekan itu terjadi: kebetulan .

Ya, betul. Petugas awalnya datang untuk menangkap bandar narkoba. Tapi malah menemukan gudang emas ilegal. 

Dan di dalamnya, tersimpan uang dalam bentuk dollar Amerika, euro, poundsterling, dan mungkin juga won Korea—seakan-akan pemiliknya ingin berlibur ke seluruh dunia tanpa perlu repot-repot ke bank.

Menurut informasi resmi dari Kepolisian Resort Kota Pontianak, total nilai barang bukti mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah. 

Angka yang sulit dibayangkan oleh rakyat jelata yang masih sibuk mencari uang tambahan lewat TikTok Shop.

Namun, pertanyaan tetap menggema: jika penggerebekan terjadi karena kebetulan, apakah artinya aparat tidak punya intelijen? Atau mungkin mereka terlalu sibuk membahas isu politik di warung kopi?

Dari Dodol Durian ke Perdana Square: Perjalanan Panjang Mafia Emas Kalimantan Barat

Lisan Bahar bukan nama baru dalam dunia bisnis gelap Kalimantan Barat. Ia sudah eksis sejak tahun 1998. 

Ketika dia kedapatan membawa 2,1 kilogram emas batangan dalam bungkus dodol durian di Bandara Supadio Pontianak.

Kala itu, Kolonel Wiyantono, Kepala Cabang PT Angkasa Pura II Pontianak, sempat melakukan penggeledahan. 

Tapi sayang, sang mafia berhasil lolos setelah menunjukkan dokumen palsu dari Departemen Perindustrian dan Bea Cukai.

Sejak saat itu, karier Lisan Bahar terus melesat. Ia menjadi penampung emas ilegal dari hasil illegal mining bersama kakaknya, Siman Bahar , yang kini telah menjadi tersangka KPK dalam kasus pencucian uang melibatkan PT Antam.

Tapi ironisnya, meski abangnya sudah masuk jeruji besi, Lisan justru semakin bebas. 

Dia seperti ikan dalam air: hidup di lingkungan yang tidak ramah bagi hukum, tapi sangat nyaman baginya.

Satu hal yang tak bisa diabaikan adalah hubungan keluarga antara Lisan dan Siman Bahar. Keduanya bukan hanya saudara kandung, tapi juga mitra bisnis dalam skandal illegal mining di Kalimantan Barat.

Siman Bahar, sebagai pemilik Hotel Golden Tulip Pontianak dan Direktur PT Loco Monterado, diketahui menjalin kerja sama dengan PT Antam dalam pengolahan logam mulia. Hasilnya? Kerugian negara triliunan rupiah.

Tapi entah bagaimana, hukum hanya mampu menjebloskan Siman ke balik jeruji. Sedangkan Lisan Bahar Tetap berkeliaran, bahkan usai penggerebekan yang gagal menangkapnya.

Ini seperti drama serial televisi: satu musuh tumbang, musuh lain muncul lebih kuat. Bedanya, ini bukan fiksi, tapi realitas hukum Indonesia yang seringkali tampak goyah.

Kisah Seorang Lim Ciun On: Antara Nama Lama, Bisnis Baru, dan Hukum Selalu Tertinggal

Lisan Bahar lahir dengan nama Lim Ciun On . Nama yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, tapi begitu familiar bagi para pejabat, cukong, dan oknum di Kalimantan Barat.

Dia bukan sekadar pelaku kejahatan biasa. Ia adalah mafia emas sejati. Ia memiliki jaringan luas, kemampuan untuk menghilang dalam sekejap, dan modal besar untuk membayar "pembela" di instansi terkait.

Bahkan dalam kasus 1998, ia bisa lolos dari jerat hukum hanya dengan menunjukkan fotokopi dokumen PLB. Kini, 27 tahun kemudian, ia masih bisa kabur dari penggerebekan besar.

Yang lebih menarik lagi, Lisan Bahar tidak pernah meninggalkan jejak digital. Tidak ada akun media sosial yang bisa dilacak, tidak ada foto viral, tidak ada wawancara eksklusif. 

Dia seperti hantu emas yang hanya muncul di laporan investigasi dan surat pengejaran polisi.

Kalimantan Barat Adalah Tanah Emas, Surga Untuk Para Cukong, Neraka Bagi Hukum

Provinsi Kalimantan Barat adalah wilayah kaya. Sumber daya alam melimpah, termasuk emas. 

Sayangnya, kekayaan itu tidak selalu dinikmati oleh rakyat. Justru, banyak yang tertinggal, sementara segelintir orang—seperti keluarga Bahar—mengais rejeki dari tanah pertambangan ilegal.

Lisan Bahar dan Siman Bahar adalah simbol dari ketimpangan itu. Mereka adalah cukong illegal mining yang beroperasi di bawah radar, dengan perlindungan entah dari mana.

Padahal, Undang-Undang Nomor 4/2009 tentang Minerba sudah jelas melarang aktivitas pertambangan tanpa izin. 

Dan pasal 161 UU tersebut adalah senjata hukum yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku seperti Lisan Bahar.

Tapi sampai hari ini, UU itu hanya terpajang di dinding kantor, tanpa efek gentar bagi para mafia.

Kapan Hukum Akan Benar-Benar Menyentuh Sang Emas Gelap?


Lisan Bahar adalah simbol dari kelemahan sistem penegakan hukum kita. Ia adalah contoh nyata bagaimana penegak hukum bisa terlihat seperti penonton di tengah pertunjukan kejahatan.

Ia kabur, polisi pura-pura sibuk, media menulis heboh, dan publik hanya bisa menonton. 

Sampai suatu hari, mungkin ia akan muncul lagi—di tempat lain, dengan identitas baru, dan barang bukti yang lebih banyak.

Tapi mungkin juga, ia akan hilang selamanya, seperti emas-emas yang pernah ia sembunyikan.

Atau mungkin, ia akan kembali dalam bentuk novel, film, atau dokumenter—sebagai legenda hitam Kalimantan Barat yang tak pernah mati.

Formulir Kontak