Apple di ujung era Tim Cook suksesi senyap, ambisi AI goyah masih belajar ini budi, inovasi menipis, dan masa depan raksasa Cupertino dipertanyakan publik teknologi.
Kalimantannews.id, Pulau Kalimantan - Apa saja arah baru Apple sekarang? Pada sebuah senja industri semakin hiruk–pikuk oleh badai kecerdasan buatan, Apple mendadak terlihat seperti raksasa kehilangan kompas.
Laporan The Financial Times menyalakan obor wacana paling panas tahun ini Tim Cook siap menyingkir dari panggung utama Apple seawal awal tahun depan, tepat setelah laporan pendapatan kuartal awal Januari dirilis.
Di ruang-ruang sunyi Cupertino, desas-desus berubah menjadi gema. Dewan direksi dan jajaran eksekutif senior.
Ini disebut sudah menyiapkan skenario transisi skenario biasanya hanya muncul pada masa genting atau ketika arah perusahaan mulai kabur.
Tim Cook, 65 tahun, sudah memegang tongkat estafet sejak 2011, saat Steve Jobs melambaikan perpisahan terakhir.
Ia kini menjabat lebih lama dari Jobs sendiri. Dan untuk sebagian pengamat, justru di situlah paradoks memuncak.
Semakin lama Tim Cook memimpin, semakin terasa jarak antara Apple inovatif dan Apple sekadar menjaga mesin uang tetap menyala.
Panggung Suksesi Apple
Mari melihat fakta keras yang menyelip di balik setiap kilau angka laporan keuangan.
Memang benar, Cook menaikkan kapitalisasi pasar Apple dari 350 miliar USD menjadi 4 triliun USD sebuah capaian finansial tak terbayangkan bahkan bagi perusahaan teknologi terbesar sekalipun.
Di tangan Tim Cook, Apple adalah sistem logistik global paling efisien, mesin manufaktur paling rapi, dan toko perhiasan digital paling mahal.
Namun kini, saat dunia berputar menuju AI generatif, Apple tampak berlari di belakang bayangan sendiri.
Sementara Google dan OpenAI berparade dengan model bahasa maha mutakhir, Apple sibuk merapikan rencana internal tak pernah matang.
Di tengah kegamangan itu, sebuah nama muncul sebagai penyelamat potensial John Ternus, Wakil Presiden Senior Rekayasa Perangkat Keras.
Laporan FT menyebutnya sebagai kandidat paling mungkin menggantikan Tim Cook.
Ternus dikenal dingin, presisi, dan jarang tampil di sorotan publik. Namun ia punya satu modal dicari Apple.
Ia orang teknik. Sesuatu yang absen dari kursi CEO sejak Jobs. Suksesi ini bukan hanya soal pergantian pucuk pimpinan.
Ini adalah ujian apakah Apple masih mampu menjadi pelopor, atau hanya penjaga museum inovasi masa lalu.
Inovasi yang Meredup
Jika kita tarik garis ke belakang, perjalanan Apple selama lima tahun terakhir terlihat seperti deretan pembaruan kosmetik.
Kamera ditambah sedikit megapiksel, prosesor dirombak stabil namun tanpa gebrakan, dan desain tetap aman terlampau aman hingga pengguna mulai bertanya apakah iPhone baru hanyalah iPhone lama diberi baju ulang.
Di sinilah aroma kritik teknologi mengental: Apple kehilangan kekuatan bercerita, kemampuan menciptakan momen “wow” dulu membuat panggung Keynote menjadi ritual global.
Bahkan ketika dunia berbondong-bondong masuk ke pertarungan AI, Apple tampak sibuk menjaga rahasia.
Namun bukan rahasia yang mencengangkan melainkan rahasia bahwa mereka belum siap.
AI di produk Apple selama ini hanya hadir dalam bentuk kecil saran teks yang lumayan, gambar yang diedit sedikit.
Siri yang masih kikuk, dan aplikasi-aplikasi kreatif yang tak beranjak jauh dari versi 2018.
Sementara itu, pesaing utama sudah menampilkan asisten AI mampu memetakan pekerjaan, merumuskan strategi bisnis, menyintesiskan video, dan berinteraksi secara intuitif.
Apple tertinggal. Dan di valley teknologi, tertinggal adalah dosa yang tak terampuni.
Kekurangan Apple Era Tim Cook Jadi Sorotan
Berikut analisis mendalam mengenai kekurangan Apple di era menjelang lengsernya Tim Cook.
1. Inovasi Produk yang Terlalu Aman
Produk-produk Apple bergerak dalam ritme “incremental improvement”. Tidak ada lompatan teknologi yang mengguncang industri sejak era awal Apple Silicon.
2. Siri yang Gagal Evolusi
Siri masih jauh di bawah Google Assistant dan model AI modern. Minim pengembangan signifikan selama satu dekade.
3. Ketertinggalan dalam AI Generatif
Apple belum memiliki model besar (LLM) yang siap bersaing dengan Gemini, GPT, atau Claude. Apple Intelligence diumumkan, tetapi implementasi masih terbatas dan lamban.
4. Desain Produk yang Terjebak Formula Lama
iPhone tetap seperti iPhone. Apple Watch stagnan. MacBook tak banyak membuat revolusi desain.
5. Keterlambatan Masuk ke Pasar AR/VR
Vision Pro datang telat, mahal, dan belum menemukan arah komersial.
6. Ekosistem yang Terlalu Tertutup
Tekanan regulasi Uni Eropa membuat Apple terlihat defensif, bukan adaptif.
7. Fokus Berlebihan pada Keuangan, Kurang pada Kreativitas
Cook pandai monetisasi, tetapi tidak memberi kejutan budaya inovasi seperti Jobs.
Apakah Ternus Mampu Mengubah Arah?
Pertanyaan besar menggantung seperti awan pekat di atas Cupertino, bisakah seorang insinyur mengguncang Apple seperti seorang visioner kreatif?
John Ternus memiliki pengalaman panjang di perangkat keras, dari iPad hingga MacBook Pro.
Ia tahu cara kerja Apple dari dalam. Namun Apple bukan sekadar mesin teknik Apple adalah panggung imajinasi, tempat perangkat keras bertemu psikologi massa, estetika, dan kultur global.
Jejak Ternus masih samar. Tetapi harapan publik teknologinya jelas: Apple butuh sesuatu yang lebih besar dari sekadar pembaruan chipset.
Apple membutuhkan era baru yang berani mengambil risiko seperti dulu, memelopori ulang, dan tidak lagi hanya bergantung pada kejayaan iPhone.
Dengan segala kritik pedas yang menumpuk, warisan Cook tetap monumental, Apple adalah perusahaan paling bernilai dalam sejarah kapitalisme modern.
Ia membawa Apple menjadi mesin operasi raksasa dengan efisiensi nyaris sempurna. Ia membuka jalur produksi yang stabil sekalipun pandemi menghantam dunia.
Ia membentuk budaya kerja lebih ramah dan disiplin di dalam Apple. Namun sejarah teknologi tak menilai pemimpin dari stabilitas saja.
Sejarah menilai dari inovasi. Dari kejutan. Dari keberanian melawan arus. Di sinilah Apple terasa goyah. Mesin besar ini bergerak mulus, tetapi kehilangan imajinasi.
Akhir Era atau Awal Kapitel Baru?
Jika Tim Cook pergi tahun depan, panggung suksesi Apple akan menjadi tontonan paling menentukan dekade ini.
Apakah Ternus akan memantik revolusi AI Apple? Ataukah Apple justru semakin terpaku pada kejayaan masa lalu?
Industri menunggu. Pengguna menunggu. Apple, untuk pertama kalinya dalam waktu lama terlihat seperti perusahaan juga sedang menunggu dirinya sendiri.
Pada akhirnya, setiap era harus berganti. Tim Cook mengubah Apple menjadi kerajaan uang yang megah. Penggantinya nanti harus mengubah Apple kembali menjadi kerajaan ide.
