Puluhan Miliar Dana Hibah Kalimantan Barat Lenyap: Hukum Tidur, Nurani Terkubur - Kalimantannews.id

Puluhan Miliar Dana Hibah Kalimantan Barat Lenyap: Hukum Tidur, Nurani Terkubur

Puluhan Miliar Dana Hibah Kalimantan Barat Lenyap: Hukum Tidur, Nurani Terkubur
Ketika hukum menelusuri aroma dana hibah Rp22 miliar di Kalbar, publik menanti kepastian dan nurani bersuara.
Kalimantannews.id, Kota Pontianak Kalimantan Barat - Di Kota Pontianak Kalimantan Barat, angin hukum kembali berembus pelan, membawa aroma penggeledahan yang tak sekadar formalitas.

Tim Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat menapaki ruang-ruang Yayasan Mujahidin, mencari jejak dana hibah yang kabarnya menyimpang arah dari proposal awal.

Angka Rp22 miliar terngiang di telinga publik bukan sekadar nominal, tapi simbol dari kepercayaan yang kini diuji oleh waktu dan nurani.

Surat perintah penggeledahan yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Tinggi, bernomor 01/O.1/Fd.1/11/2025, menjadi awal dari langkah hukum yang ditunggu masyarakat.

Sebab, dalam catatan penyidikan sebelumnya, yakni Print-02/O.1/Fd.1/04/2024 dan Print-02.a/O.1/Fd.1/04/2025, aroma stagnasi seolah membuat keadilan terhenti di lampu merah.

Kini, sinyal hijau mulai menyala, walau redup, mengisyaratkan harapan baru bagi publik yang lama menanti kabar terang.

Dana dan Kepercayaan

Pengamat Hukum Kalimantan Barat Muhammad Mauluddin.SH.Mkn bersuara lembut, namun tajam logikanya. 

Ia menatap kasus ini bukan sekadar tumpukan berkas, melainkan potret kepercayaan publik selama ini retak di tangan birokrasi dan janji moral.

“Kami menunggu kepastian,” tuturnya lirih kepada portal berita Kalimantannews.id hari ini Kamis, 6 November 205.

Ini seolah mewakili napas panjang masyarakat Kalimantan Barat yang sangat muak menunggu proses hukum berjalan di tempat.

Ia juga mengingatkan, bahwa penyidikan semestinya tak beraroma politik, apalagi kepentingan personal.

“Setiap langkah penegakan hukum harus berhati-hati, profesional, dan akuntabel,” tegasnya lebih lanjut soal itu.

Dalam suaranya, tergambar kelelahan publik: kelelahan menunggu sistem hukum yang sering kali tampak sibuk menertibkan berkas, bukan menegakkan kebenaran.

Yayasan Mujahidin Pontianak, yang disebut menerima dana hibah lebih dari Rp22 miliar sejak 2019 hingga 2023, menjadi titik tanya terbesar.

Dana yang semestinya mengalir pada kemaslahatan umat, malah dikabarkan menguap dalam pembangunan gedung sekolah swasta dan kios bisnis centre.

Mulyadi, sang ketua pengelola yayasan, kini menjadi nama yang diucapkan setengah berbisik di kafe Pontianak bukan karena ketenaran, tapi karena aroma pertanyaan belum dijawab tuntas.

Integritas Diuji Waktu

Dalam lanskap hukum negeri sering kali bising oleh jargon moral, Jaksa Agung di Sentul, 8 November 2025, menegaskan pesan sederhana namun berat pencegahan korupsi dimulai dari diri sendiri.

Sebuah kalimat yang mudah dihafal, namun sukar dijalani di antara ruang kerja yang berbau tanda tangan dan peluang.

“Nilai integritas, akuntabilitas, transparansi, dan profesionalitas,” ucapnya, seperti mantra yang seharusnya mengakar di dada setiap aparatur negara.

Namun di lapangan, integritas kerap diuji oleh amplop dan bisikan lembut yang menjanjikan promosi terus.

Mauluddin pun menyitir pesan itu dengan getir. “Tak ada ruang bagi oknum yang menjadikan hukum sebagai kesempatan.”

Kalimat itu mengalun seperti peringatan dari nurani yang mulai kehilangan sabarnya dari kasus umat ini.

Kota Pontianak sore itu terasa gerah bukan karena cuaca, tapi karena berita tentang penggeledahan yang kembali membuka luka lama tentang bagaimana keadilan bekerja di negeri ini.

Satu per satu gedung sekolah dan kios bisnis di kawasan Mujahidin kini disorot publik bukan karena megah, tapi karena menjadi saksi bisu dari perjalanan uang rakyat yang tersesat jalannya.

Dalam analisa mendalam, kasus ini bukan sekadar soal dugaan penyimpangan dana hibah. Ia adalah cermin bagi publik tentang sejauh mana hukum bisa menahan godaan kekuasaan dan uang.

Setiap surat perintah, setiap penyidikan, dan setiap konferensi pers adalah bagian dari drama besar dimainkan oleh sistem hukum kadang heroik, kadang satir, sering kali mendayu-dayu di tengah keputusasaan rakyat.

Pengamat Hukum Kalimantan Barat Muhammad Mauluddin.SH.Mkn dalam pandangannya yang realistis, tahu bahwa harapan tidak boleh mati.

Ia mengapresiasi langkah Kejati Kalbar bukan karena hasilnya, tetapi karena keberaniannya membuka kembali ruang hukum yang sempat tertutup kabut kepentingan.

“Kami ingin kepastian hukum benar-benar terwujud,” ucapnya tegas, mengingatkan bahwa hukum bukan sekadar pasal dan prosedur, melainkan komitmen moral terhadap rakyat.

Di Kalimantan Barat, keadilan sedang berjuang menegakkan dirinya sendiri. Ia tertatih meniti di antara dokumen, meja sidang, dan wajah-wajah yang sudah lama kehilangan kepercayaan.

Namun selama masih ada suara seperti Mauluddin, yang menyuarakan integritas dengan kejujuran, mungkin hukum belum sepenuhnya kalah oleh sistem dibuatnya sendiri.

Publik tak menuntut keajaiban hanya kepastian. Bahwa uang Rp22 miliar yang pernah disebut “hibah” tak menjelma jadi kisah hiburan hukum.

Bahwa nama Yayasan Mujahidin tak sekadar jadi catatan di berita korupsi, dan bahwa jaksa menggeledah bukan sekadar bekerja, tapi menegakkan nurani yang tak bisa disuap.

Karena di negeri yang letih oleh laporan korupsi, harapan masih hidup meski perlahan, meski pelan, meski nyanyian keadilan menunggu untuk benar-benar didengar.

Formulir Kontak