Merawat Cinta, Menghidupkan Warisan: Pernikahan Adat Dayak yang Menyentuh Kalbu
Makna Setiap Jejak
Namun, bagi masyarakat Dayak, ikatan resmi di gereja belumlah cukup. Ada sebuah ritual lain yang harus dilalui.
Ini sebuah jembatan yang menghubungkan dua keluarga besar, dua jiwa, dan masa lalu dengan masa depan: Nomar Probaya atau Pernikahan Adat Dayak Pompakng.
Prosesi ini adalah sebuah teatrikal kehidupan yang penuh makna. Keluarga mempelai pria berjalan beriringan menuju rumah mempelai wanita.
Mereka bukan datang dengan tangan hampa. Setiap seserahan yang dibawa adalah sebuah pesan, sebuah doa, dan sebuah persiapan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Lotos, lampu pelita tradisional, adalah simbol penerang. Ia menjadi harapan agar jalan rumah tangga kedua mempelai selalu terang-benderang, jauh dari kegelapan dan kesulitan.
Tombak ikan menandakan ketangkasan dan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tilam dan pakaian adalah lambang kehangatan dan perlindungan.
Sementara tempayan tuak bukan sekadar minuman, melainkan simbol kebahagiaan dan kerukunan yang akan dinikmati bersama dalam suka dan duka.
Setiap langkah dalam prosesi Nomar Probaya adalah sebuah kalimat dalam kitab kehidupan berumah tangga ala Dayak.
Ia mengajarkan bahwa pernikahan adalah penyatuan dua keluarga besar, bukan hanya dua individu. Ia adalah tentang kesiapan, tanggung jawab, dan restu yang dirajut dengan begitu khidmat.
Suara Hati Sang Wakil Gubernur Kalimantan Barat Krisantus Kurniawan
Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. Suaranya bergetar syahdu, menyampaikan kebanggaan sekaligus kerinduannya.
"Sungguh luar biasa," tuturnya. "Pada hari ini saya menyaksikan tahap demi tahap. Saya melihat betapa kayanya budaya kita."
Baginya, menyaksikan langsung upacara adat setinggi ini adalah sebuah privilege. Sebuah pengingat akan kekayaan budaya Kalimantan Barat yang tak ternilai, namun juga rentan tergerus zaman. Krisantus dengan jeli menangkap esensi sekaligus ancaman yang mengintai.
"Tentu ini menjadi tugas kita bersama untuk terus dilestarikan," serunya penuh keyakinan. "Karena upacara adat ini sangat sakral dan sedikit sekali warga kita, terutama suku Dayak, yang melangsungkan pernikahan setelah di gereja dilanjutkan dengan upacara adat seperti ini."
Kata-katanya itu bukanlah basa-basi politik. Ia adalah jeritan hati seorang pemimpin yang melihat langsung nyala api budaya yang mulai redup.
Kehadirannya adalah sebuah statement. Sebuah dukungan nyata bahwa pemerintah tidak akan membiarkan warisan leluhur ini punah ditelan zaman.
Inilah fungsi budaya yang sebenarnya. Sebagai lem perekat yang menyatukan bukan hanya dua insan, tetapi juga seluruh sanak keluarga dan masyarakat dalam ikatan yang lebih kuat dan bermakna.
Doa untuk Masa Depan
Wakil Gubernur Kalimantan Barat Krisantus Kurniawan menitipkan doa dan harapan terindah untuk Vitus dan Vanesha.
Doa yang tidak hanya berisi harapan kebahagiaan, tetapi juga kontinuitas dan manfaat untuk bangsa dan negara.
"Selamat kepada Vitus dan Vanesha, turut berbahagia. Semoga sukses dan sehat selalu," ucapnya penuh kasih. "Tentu nanti akan melahirkan anak dan cucu dari Bapak Paolus Hadi dan Bapak Fransiskus.
Tentu kita berdoa bersama, keturunan dari Vitus dan Vanesha menjadi anak yang berguna bagi agama, orang tua, serta nusa dan bangsa."
Pernikahan adat Dayak Pompakng seperti yang dilakukan Vitus dan Vanesha adalah sebuah echo, gaungan dari masa lalu yang berusaha didengungkan kembali ke masa kini.
Dalam era di mana pernikahan seringkali disederhanakan menjadi acara seremonial yang instan, kemewahan makna dalam setiap prosesi Nomar Probaya terasa begitu menyegarkan.
Ia mengajarkan kesabaran, lewat prosesi yang tidak terburu-buru. Ia mengajarkan makna, lewat setiap seserahan yang penuh filosofi.
Ia mengajarkan kekeluargaan, lewat penyatuan dua keluarga besar. Dan yang terpenting, ia mengajarkan penghormatan pada leluhur dan budaya.
Keputusan keluarga besar Vitus dan Vanesha untuk melaksanakan ritual ini patut diacungi jempol.Warisan yang Harus Dijaga
Apa yang terjadi di Desa Segole Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat pada Sabtu, 6 September 2025 itu adalah sebuah pentas budaya yang hidup.
Sebuah classroom tanpa dinding yang mengajarkan setiap orang yang hadir tentang arti cinta, komitmen, dan penghormatan pada tradisi.
Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan, dengan kehadiran dan kata-katanya, telah memberikan suntikan semangat.
Pemerintah daerah memiliki peran krusial dalam pelestarian budaya, bukan hanya dengan membuat peraturan, tetapi juga dengan hadir dan terlibat langsung, merasakan denyut nadi kebudayaan itu sendiri.
Tugas kita sekarang adalah memastikan bahwa echo dari Desa Segole itu tidak berhenti. Ia harus bergaung ke seluruh penjuru Kalimantan Barat, bahkan Indonesia.Pernikahan Vitus dan Vanesha telah usai.
Namun, api yang mereka nyalakan dalam upacara Nomar Probaya itu diharapkan tidak akan pernah padam.
Ia harus terus membara, menjadi obor yang menerangi jalan bagi pasangan-pasangan muda berikutnya untuk kembali ke akar budayanya.
Merayakan cinta dengan cara yang paling bermakna, dan menghidupkan kembali warisan leluhur yang hampir punah.
Inilah cara kita merawat cinta. Inilah cara kita menghidupkan warisan. Dan inilah cara kita, sebagai bangsa, tetap memiliki jiwa di tengah terpaan globalisasi.
