Membongkar Hoaks Galian C Ng Potan: Saat Kebenaran Terkikis Judul Sensasional - Kalimantannews.id

Membongkar Hoaks Galian C Ng Potan: Saat Kebenaran Terkikis Judul Sensasional

 Membongkar Hoaks Galian C Ng Potan: Saat Kebenaran Terkikis Judul Sensasional

Membongkar Hoaks Galian C Ng Potan: Saat Kebenaran Terkikis Judul Sensasional
Kalimantannews.id, Kapuas Hulu - Pria itu tertegun. Napasnya tercekat. Jantungnya bergemuruh kuat.

Untaian link berita memenuhi layar ponselnya, membuatnya limbung. Bak disambar petir di siang bolong, ia merasakan dunia seakan runtuh bersamaan dengan kata “Galian C ilegal” yang menari-nari di layar.

Di Dusun Nanga Potan, Desa Tanjung Lasa, Kecamatan Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat, nama baik orang-orang dipertaruhkan. 

Di antara suara riuh warga, muncul satu nama Jemat. Lelaki paruh baya ini berdiri tegas, membawa kabar mengejutkan ada tanda tangan palsu dalam laporan terkait dugaan tambang Galian C ilegal.

“Tadi ada beberapa orang masyarakat yang datang ke saya, tanda tangan mereka dipalsukan. Mereka minta supaya yang melaporkan ini diproses,” tutur Jemat, suaranya bergetar menahan amarah pada Senin, 8 September 2025.

Dari sinilah semuanya bermula. Sebuah berita HOAKS dari infokalbarnews.com, tayang pada Sabtu, 6 September 2025, berjudul:“Galian C Diduga Tak Mengantongi Izin Milik Atun Beroperasi di Ng Potan Tj Lasa.”

Namun, setelah ditelusuri, fakta berkata lain. Informasi itu tidak benar, berita itu hanyalah sepotong kebohongan yang menyulut api kegaduhan.

Ciri Jejak Hoaks

Fenomena ini adalah cermin rentannya publik terhadap informasi mentah. Kita hidup di era di mana judul lebih kuat dari isi, dan ketika satu kabar bohong dilepaskan, ia menyebar seperti bara yang ditiup angin.

Kasus Ng Potan adalah contoh nyata. Dalam hitungan jam, kabar soal Galian C ilegal melesat ke grup WhatsApp, status Facebook, dan beranda TikTok. 

Warga desa yang tak memiliki cukup literasi digital terseret dalam pusaran opini yang saling bertabrakan.

Padahal, kebenaran sederhana: izin yang dipersoalkan itu ada, prosesnya legal, dan pemberitaan awal yang memicu kegaduhan tidak melalui verifikasi fakta.

Sayangnya, publik tak lagi sabar membaca keseluruhan berita. Judul menjadi panglima. 

Saat satu kalimat provokatif terselip, dampaknya bisa memecah kepercayaan, meretakkan relasi sosial, bahkan membuat stigma yang sulit dibersihkan.

Peran Media Arus

Kasus hoaks Ng Potan menyingkap rapuhnya ekosistem media digital. Media arus utama yang seharusnya menjadi penjaga gerbang informasi justru berada di persimpangan jalan.

Ingat, fungsi media bukan sekadar memberitakan, melainkan menyaring, memverifikasi, dan meluruskan. 

Ada enam peran utama media yang sering dilupakan. Simak baik-baik. Catat. Lalu praktikan setiap harinya.

  1. Memberi informasi akurat. Fakta harus diverifikasi sebelum ditayangkan.
  2. Membentuk opini publik. Cara pandang masyarakat ditentukan oleh bingkai berita.
  3. Mengawasi kekuasaan. Menjadi penyeimbang antara pemerintah, korporasi, dan rakyat.
  4. Sumber rujukan kredibel. Menjadi referensi publik dalam mencari kebenaran.
  5. Memberikan hiburan sehat. Menjadi ruang edukasi sekaligus rekreasi.
  6. Memperkuat identitas budaya. Mengangkat nilai-nilai sosial dan kearifan lokal.

Namun, semua ini runtuh jika kecepatan mengalahkan ketelitian. Dalam kasus Ng Potan, media yang seharusnya menjadi “penjernih” justru berpotensi menjadi pemantik api hoaks.

Ini saatnya mengingat, bahwa berita bukan sekadar konten. Setiap kata, setiap kalimat, adalah pertaruhan kepercayaan publik.

Cek Fakta Dulu

Hoaks tak akan berhenti di sini. Setelah Ng Potan, akan ada kasus serupa yang mengguncang publik jika literasi digital kita tidak ditingkatkan.

Dewan Pers menegaskan, berita hoaks umumnya memiliki tanda-tanda jelas:

  • Sumber tak jelas - Informasi muncul dari pihak anonim tanpa verifikasi.
  • Judul provokatif - Kalimat sengaja dibuat sensasional, memicu emosi pembaca.
  • Isi tak berimbang - Menghakimi satu pihak tanpa memberi ruang klarifikasi.
  • Mengangkat fanatisme - Membelah masyarakat lewat isu sensitif.
  • Mendorong kemarahan - Menggunakan narasi kebencian.
  • Ajakan menyebarkan - Menginstruksikan pembaca membagikan kabar tanpa cek fakta.

Publik dituntut lebih cerdas, lebih kritis. Sebelum menekan tombol “bagikan”, cek fakta dulu melalui kanal resmi seperti Dewan Pers, Kementerian Komunikasi dan Digital hingga media kredibel.

Media pun tak bisa cuci tangan. Kecepatan tayang berita tak boleh mengorbankan ketepatan fakta. Sekali hoaks menyebar, efeknya tak hanya pada reputasi media, tapi juga keseimbangan sosial.

Luka Kepercayaan Publik

Kasus Ng Potan adalah alarm kebangkitan literasi digital. Masyarakat, media, dan regulator harus duduk satu meja, membangun kembali pagar kebenaran.

Bagi media, ini soal integritas. Berita adalah aset kepercayaan; sekali hilang, sulit kembali. Bagi publik, ini soal kesadaran. Setiap klik, setiap share, membawa konsekuensi.

Bagi pemerintah, ini soal regulasi dan pengawasan, menjaga ruang digital tetap sehat serta bisnis media sejahtera.

Pada akhirnya, kebenaran bukanlah milik satu pihak. Kebenaran lahir dari keberanian memeriksa ulang fakta, menahan diri dari sensasi, dan mengedepankan akal sehat.

Hoaks Galian C Ng Potan bukan sekadar soal berita salah. Ini tentang luka kepercayaan publik yang tercabik oleh ketergesaan informasi.

Masyarakat berhak tahu fakta. Media berkewajiban memverifikasi. Pemerintah harus menegakkan aturan.

Di atas semua itu, kalau kita semua juga memikul tanggung jawab menjaga ekosistem informasi yang sehat.

Karena di era di mana judul bisa membunuh kebenaran, kita hanya punya satu senjata, cek fakta sebelum bicara, klarifikasi sebelum percaya.

Formulir Kontak