
Dana yang seharusnya menjadi sarana informasi, kini seakan menjelma kabut tebal penuh tanda tanya. Apakah uang rakyat itu sekadar minyak pelicin citra para pejabat yang sudah kenyang sorotan kamera?
Di gang-gang sempit Sambas Kalimantan Barat, suara itu bergema lirih. “Kami hanya ingin tahu, ke mana rupiah itu pergi.”
Sebuah bisikan yang juga menjadi teriakan batin rakyat, bahwa dana publik adalah hak publik, bukan cat semir citra.
Jejak-Jejak Dana
Sumber yang memilih diam namanya, tapi lantang suaranya, menuturkan bahwa anggaran publikasi seharusnya bukan ladang kampanye terselubung.
“Kalau dana itu dikelola transparan, rakyat bisa merasakan manfaatnya. Bukan sekadar menambah pamor pejabat yang sudah kenyang sorotan,” ucapnya, seperti menabur garam ke luka lama.
Ia menegaskan, transparansi bukan sekadar kata indah di rapat-rapat tertutup.
Itu nyawa demokrasi. Dana publik yang tak jelas ibarat kapal tanpa kompas melaju, tapi entah ke mana. Masyarakat hanya menagih satu hal sederhana kejujuran.
Nada Rakyat Menggugat
“Rakyat Sambas berhak tahu!” begitu ia menutup pesannya, seolah mewakili ribuan hati yang menunggu.
Mereka menagih akses, bukti, laporan yang bisa disentuh mata dan logika. Bukan janji manis di panggung seremonial.
Ketika kepercayaan tergadai, apa lagi yang tersisa? Kejujuran adalah jembatan tipis, mudah runtuh bila hanya dipijak kata-kata.
Maka, masyarakat meminta tunjukkan integritas. Gunakan setiap rupiah demi kesejahteraan, bukan demi foto di baliho yang memudar hujan.
Gelora Perubahan Baru
Kini, seluruh Sambas seolah menahan napas. Apakah Pemda berani membuka tirai? Atau membiarkan isu ini jadi bisik-bisik panjang di warung kopi?
Transparansi bukan pilihan mewah. Ia keharusan. Tanpanya, uang rakyat hanyalah angin yang pergi tanpa arah.
Rakyat tak butuh pencitraan. Mereka butuh informasi yang hidup, program yang nyata, bukti yang dapat dipegang.
Karena setiap rupiah yang keluar adalah janji. Janji untuk mengangkat kesejahteraan, bukan mengangkat foto pejabat ke papan reklame.
Di tepi Sungai Sambas yang berarus tenang, pertanyaan itu mengalir tanpa henti kapan kejujuran hadir Pemda Sambas bisa memilih jalan terang membuka data, memberi laporan, menunjukkan integritas.
Atau terus menyulam citra, membiarkan rakyat menatap kosong ke papan pengumuman yang hanya memantulkan bayangan mereka sendiri.
Dalam sunyi yang panjang, rakyat hanya berharap satu hal jangan gadaikan kepercayaan demi wajah di spanduk.
Karena di balik angka-angka anggaran, ada hati yang menunggu. Hati yang lelah dengan janji, namun tetap setia menanti bukti.