Angka ini bukan sekadar data teknis, tapi sebuah pernyataan: tipis bukan lagi sekadar tren mode, melainkan filosofi hidup yang coba dijual Apple.
Seketika, Tim Cook, sang nakhoda Apple, menyebut iPhone Air sebagai pengalaman “melayang saat dipegang.”
Sebuah kalimat yang lebih mirip tagline parfum ketimbang ulasan perangkat teknologi kekinian yang viral itu.
Di balik kalimat manis itu, publik pun bertanya apakah Apple masih menjual fungsi, atau hanya sekadar getaran emosional?
Molly Anderson, Wakil Presiden Desain Industri Apple, dengan penuh percaya diri menyebut iPhone Air sebagai impian lama yang akhirnya terwujud.
Tipis, halus, dan nyaris seperti kaca murni sebuah fantasi futuristik yang dijahit jadi kenyataan.
Namun, dalam dunia nyata, konsumen bukan hanya butuh ponsel yang enak dipandang, tapi juga kokoh, tahan lama, dan tidak bikin was-was tiap kali diletakkan di meja.
Getol Gaya Menipu
Apa yang membuat iPhone Air begitu “wah” di mata penggemar? Jawabannya sederhana gaya mengalahkan guna.
Lev Tanju, co-founder Palace, sebuah brand skate asal London, mengaku langsung jatuh hati pada tipisnya iPhone Air.
Ironisnya, sebagai orang yang hidup dalam dunia skateboard penuh benturan, ponsel tipis nyaris kaca ini adalah lawan dari kebutuhan hidupnya.
“Saya suka Max, tapi kalau ini Air, mungkin saya harus jalan lebih dekat saat zoom foto,” ujarnya menjelaskan.
Gabriella Karefa-Johnson, seorang penata gaya, menambahkan bumbu lebih pahit tipis kini merambah dunia teknologi, setelah lama jadi mantra dunia fesyen.
Ia menyebut iPhone Air sebagai kompromi aneh di satu sisi tas tangan makin kecil, di sisi lain ponsel makin besar dan kini makin tipis. Logikanya kabur, tapi tren kadang memang melawan akal sehat.
Masa Depan Kaca
Lebih menarik lagi adalah komentar Alan Dye, Wakil Presiden Desain Antarmuka Apple.
Ia menyebut iPhone Air hanyalah langkah menuju impian lama Steve Jobs: sebuah ponsel yang seluruhnya adalah sepotong kaca.
Kilas balik ke sejarah Apple, visi itu terdengar seperti dongeng sains-fiksi. Namun kini, dengan iPhone Air, potongan puzzle itu mulai terbentuk.
Analisis Bloomberg pun menegaskan bahwa iOS 26 memberi sinyal tentang arah desain Apple di masa depan.
Tahun 2027, saat ulang tahun ke-20 iPhone, rumor menyebutkan Apple akan merilis perangkat yang hampir seluruhnya berbahan kaca.
Sekilas terdengar indah. Namun mari realistis: kaca tetaplah kaca. Sekeras apapun digembar-gemborkan, ia rapuh di hadapan lantai keramik.
Kekurangan Produk Apple iPhone Air
Di balik gegap gempita promosi, iPhone Air menyimpan cacat bawaan yang harus diakui.
Rapuh Berlebihan
Ketebalan 5,6 mm membuatnya rentan retak. Sekali jatuh, ongkos servis bisa lebih mahal dari cicilan ponselnya.
Baterai Terbatas
Tipis berarti ruang baterai lebih kecil. Jangan harap daya tahan sekuat seri iPhone Max.
Overheating
Desain tipis membuat sirkulasi panas minim. Streaming panjang atau gaming bisa membuatnya terasa seperti setrika genggam.
Harga Tak Masuk Akal
Dengan label premium, konsumen lebih banyak membeli “aura Apple” ketimbang fungsi nyata.
Aksesori Wajib
Karena terlalu tipis, casing jadi kebutuhan mutlak, bukan pilihan. Ironis: membeli ponsel tipis, lalu menebalnya dengan pelindung.
Sebuah Kritik Membumi Untu Apple iPhone Air
Apple memang jago membungkus kelemahan dengan narasi indah. Kata “getaran” dijual seolah-olah fungsi hanyalah nomor dua. Tapi apakah benar generasi kini rela membeli suasana hati dengan harga selangit?
Konsumen modern, terutama Gen Z yang jadi sasaran Apple, mulai jenuh dengan gimmick kosmetik.
Mereka butuh ponsel yang kuat untuk bekerja, multitasking, hingga gaming, bukan sekadar simbol estetika.
Jika Apple terus menaruh gaya di atas segalanya, maka iPhone Air bisa jadi hanya catatan sejarah indah dipandang, tapi gagal bertahan.
Ini sebuah pelajaran sangat penting, bahwa produk tipis tak boleh terlalu tipis logika.
iPhone Air memang cantik seperti model catwalk yang berjalan di runway. Tapi model bukanlah pekerja pabrik.
Begitu pula iPhone Air, ia adalah produk untuk dipamerkan, bukan untuk dijadikan tulang punggung kehidupan digital yang keras dan penuh benturan.
Tim Cook boleh saja menyebut ponsel ini “melayang di tangan,” tapi jangan lupa: semakin tipis sesuatu, semakin cepat ia hilang dari genggaman.
