Informasi Drama Honorer Sambas Hari Ini: Janji Pemda di Ujung Waktu Membuat Pilu - Kalimantannews.id

Informasi Drama Honorer Sambas Hari Ini: Janji Pemda di Ujung Waktu Membuat Pilu

 Informasi Drama Honorer Sambas Hari Ini: Janji Pemda di Ujung Waktu Membuat Pilu

Informasi Drama Honorer Sambas Hari Ini: Janji Pemda di Ujung Waktu Membuat Pilu
Kalimantannews.id, Sambas - Janji itu tanpa batas. Hari terakhir pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) PPPK Paruh Waktu 2024 seharusnya menjadi penanda harapan baru bagi ribuan tenaga honorer Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.

Namun, yang terhampar justru sunyi pengumuman. Kalender menjerit pada Senin, 22 September 2025, jam terus berlari, tetapi Pemda Sambas masih membisu.

Di sudut ruangan Forum Tenaga Honorer Pendidikan (FTHP), Juniardi, sang sekretaris forum, berdiri dengan mata merah, sorotnya penuh amarah dan kecewa.

“Sekalipun hari ini diumumkan, syarat administrasi tidak akan sempat dipenuhi,” ujarnya lirih tapi tegas, seperti menahan badai.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah memberi perpanjangan, tapi percuma jika formasi yang dijanjikan Pemda tak kunjung lahir.

Waktu Terus Menyiksa

Di kabupaten lain, proses seleksi PPPK paruh waktu selesai sesuai jadwal. Sambas tertinggal, bagai kapal yang kehilangan kompas.

Juniardi mengungkap fakta getir pilu itu, keterlambatan bukan hanya pada tahap DRH, tetapi juga sejak usulan formasi.

Surat Menpan bernomor B/4014/M.SM.01.00/2025 telah memberi tenggat hingga 25 Agustus 2025, namun Sambas menjadi satu-satunya daerah di Kalimantan Barat yang melewatkan batas itu.

Forum honorer pun resah. Ini bukan sekadar hitung-hitungan administrasi. Ini soal hidup ratusan guru dan tenaga kesehatan yang selama ini menjadi tulang punggung pelayanan publik.

Bila mereka “dirumahkan” akibat status tak jelas, Sambas berpotensi lumpuh sekolah kehilangan guru, puskesmas kehabisan perawat.

Suara Itu Terlupakan

Jauh sebelum drama ini meledak, FTHP sudah mengetuk pintu DPRD pada bulan September tahun 2023.

Saat itu, kekurangan guru dan tenaga pendidikan di Sambas dibahas berulang. Tetapi pembahasan hanya menjadi catatan rapat yang menguning di laci meja pejabat.

“Jika honorer tidak diangkat minimal sebagai PPPK Paruh Waktu, banyak sekolah akan kekurangan guru. Ini bukan hanya soal status, tapi keberlangsungan layanan pendidikan,” tegas Juniardi.

Kata-katanya memantul di ruang publik seperti alarm yang diabaikan. ASN yang ada jelas tak cukup menutup kebutuhan. UU ASN yang seharusnya membawa kepastian justru jadi ancaman.

Ketika honorer tak lagi diperbolehkan mengabdi, siapa yang akan menjaga kelas-kelas sepi di pedalaman Sambas?

Suramnya Layanan Publik

Bukan hanya pendidikan yang terancam. Sektor kesehatan ikut menanggung risiko. 

Jika para tenaga honorer di Puskesmas dan Rumah Sakit daerah harus angkat kaki, masyarakatlah yang menanggung sakitnya.

“Pelayanan bisa lumpuh,” kata Juniardi dengan nada getir.

FTHP menilai, jika pemerintah daerah serius menghargai pengabdian tenaga honorer, mestinya mereka diangkat sebagai PPPK penuh waktu, bukan sekadar paruh waktu.

Tetapi hingga detik terakhir, Pemda Sambas tetap larut dalam diam yang menyiksa.

Apa arti komitmen jika janji tak pernah ditepati? Pemda Sambas seolah menulis drama sendiri janji besar, aksi minim, dan konsekuensi yang dibiarkan menimpa rakyatnya.

Di balik angka-angka formasi, ada wajah-wajah lelah para guru dan perawat. 

Mereka yang selama ini menopang pendidikan dan kesehatan di ujung negeri, kini terjebak dalam ketidakpastian.

UU ASN yang digadang-gadang sebagai solusi justru jadi cambuk. Ketika honorer kehilangan status, yang tersisa hanyalah ruangan kelas kosong dan puskesmas tanpa senyum perawat.

Di balik keputusasaan, FTHP masih menyalakan lilin harapan. Juniardi dan kawan-kawan menuntut agar pemerintah pusat dan BKN turun tangan, menegur Pemda yang abai.

“Kami sudah suarakan sejak tahun lalu. Jika tidak dituntaskan sekarang, pelayanan publik bisa terganggu selamanya,” serunya.

Di sudut Kabupaten Sambas Kalimantan Barat, ribuan honorer menunggu jawaban.  Mereka bukan sekadar data di dokumen seleksi, tapi denyut nadi pelayanan masyarakat.

Sebab, setiap menit yang terbuang adalah detik yang mencabut hak anak-anak belajar dan pasien berobat.

Sambas seperti menulis epitaf untuk dirinya sendiri daerah yang lupa akan menepati janji pada mereka yang setia.

Sementara waktu habis. Publik menagih. Menanti, dan para honorer hanya bisa menatap kalender bulanan itu.

Itulah yang kian menipis mengingatkan bahwa janji tak pernah bisa menggantikan kepastian alias tidak jelas.

Formulir Kontak