
iPhone Air, ponsel setipis 5,6 mm dan seberat 165 gram, meluncur bak peraga busana yang kehabisan karbohidrat.
Layarnya 6,5 inci, chip A19 Pro jadi andalan, dan rumor daya tahan baterai yang katanya tak seburuk bayangan.
Diet udara ala Apple ini sukses memancing tatapan iri kompetitor Android.
Sementara Apple menebar pesona tipisnya, kabar bocor dari informan teknologi Yogesh Brar menyebut OPPO, Xiaomi, hingga HONOR sudah menyiapkan “tahu bulat” versi sendiri.
Ketiga raksasa Tiongkok ini konon tak mau kalah menipis, mencoba menyelipkan baterai silikon-karbon agar kapasitasnya tetap besar meski tubuh ponsel seiris roti tawar.
Janji Manis Baterai Silikon
Teknologi baterai silikon-karbon memang terdengar seksi. Klaimnya: muat daya lebih besar tanpa mengorbankan ketipisan.
OPPO dan kawan-kawan bisa pamer layar besar tanpa drama daya cepat habis. Tapi sejarah industri mengajarkan, janji manis pabrik kadang cuma setipis kulit semangka.
Ketika ponsel ultra-tipis dijepit ke realita pemakaian harian game berat, video 4K, internet tanpa henti baterai tetap jadi biang keladi.
Apple sendiri, meski digdaya optimasi chip, diam-diam harus berjudi. Paket baterai iPhone Air yang “tidak mengesankan” membuatnya sepenuhnya bergantung pada efisiensi A19 Pro.
Artinya, kalau pemakai nekat streaming seharian, siap-siap berburu colokan. Android yang tergoda mengikuti pun menghadapi teka-teki serupa, menipis tanpa meredup.
Tiruan Cepat Lenyap
Serbuan tiruan iPhone Air ini bukan hal baru. Samsung sudah lebih dulu mengumumkan Samsung Galaxy S25 Edge, ponsel ultra-tipis yang sedikit lebih tebal namun lebih ringan.
Layarnya lebih besar, tapi daya tahan baterainya malah jadi bahan tawa. Ironi klasik, tipis bukan jaminan tangguh.
Jika OPPO, Xiaomi, dan HONOR benar meluncurkan versi tipis, pasar mungkin hanya terkesima sekejap.
Ketika hype mereda, konsumen kembali menuntut hal yang sama ponsel awet, bukan sekadar ramping. Bagaimanapun, ponsel adalah alat kerja, bukan majalah fesyen.
Kekurangan Tiap Produk
iPhone Air
Desain memukau, tapi kapasitas baterai pas-pasan. Pengguna berat harus sering ngecas.
Samsung Galaxy S25 Edge
Lebih ringan dan layar besar, namun ketahanan baterai jauh dari impresif.
Calon OPPO/Xiaomi/HONOR Ultra Tipis
Baterai silikon-karbon masih sebatas janji. Daya tahan nyata belum terbukti, risiko panas berlebih mengintai.
Hanya Tipis Basi
Fenomena “diet udara” ini mirip tren fesyen instan: memanjakan mata, menyiksa logika. Produsen berlomba menipiskan bodi seolah-olah sains telah menghapus hukum fisika.
Padahal, ponsel tetaplah perangkat yang butuh ruang untuk baterai, pendingin, dan sirkuit.
Menukar daya tahan demi ketipisan hanya memindahkan masalah ke kantong konsumen dan colokan listrik di kafe.
Bila Android benar ikut-ikutan, kita sedang menyaksikan babak baru perang tipis yang ujung-ujungnya sama pamer desain, menunda kekecewaan.
Pasar boleh heboh, namun suara pengguna yang haus daya akan tetap lantang. Ketika pabrikan sibuk memotong milimeter, kita hanya bisa berharap akal sehat tak ikut terpangkas.
Inilah wajah industri ponsel 2025, ketipisan dijadikan senjata promosi, baterai jadi kambing conge hitam abadi.
Apple memulai, Android mengekor, konsumen yang harus siap menanggung colokan cadangan setiap saat merepotkna.
Diet udara memang memikat, tapi siapa yang mau ponsel lapar daya sepanjang hari? Mungkin kambing hitam yang conge tahu itu.