- Warga Penyelimau Jaya, Sanggau, memagar jalan tani sepanjang 2 kilometer sebagai aksi protes tegas terhadap PT MJM. Perusahaan tambang bauksit ini dianggap menggunakan jalan milik masyarakat secara sepihak, tanpa kompensasi dan persetujuan warga setempat.
- Pengaduan resmi warga telah dilakukan berjenjang sejak 2019, dari tingkat desa hingga pemerintah provinsi Kalimantan Barat.
- Namun, tidak ada kejelasan atau penyelesaian kongkret. Aksi pemagaran menjadi eskalasi setelah jalan komunikasi dan jalur hukum dianggap mandek.
- Aksi ini berpotensi mengganggu operasional dan rantai logistik perusahaan tambang, sekaligus menyoroti konflik sosial ekologis kronis di daerah pertambangan. Kisah ini menjadi contoh nyata ketegangan antara korporasi tambang dan hak masyarakat adat lokal di Indonesia.
Kalimantannews.id, Sanggau - Warga Desa Penyelimau Jaya, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, angkat senjata.
Bukan senjata api, melainkan pagar kayu serta ritual adat. Mereka memblokade jalan produksi sepanjang dua kilometer.
Jalur ini jadi akses vital operasional truk tambang bauksit PT MJM. Aksi simbolis ini sebagai bentuk protes keras terhadap korporasi raksasa itu.
Konflik berakar sejak 2019. Jalan berbatu itu sebelumnya milik bersama untuk akses mengurus kebun dan ladang.
Kini, jalan itu berubah jadi urat nadi operasional tambang tanpa kompensasi jelas. Deru truk dan debu tebal menggantikan suasana damai perkebunan. Warga merasa hak mereka terampas.
Ignatius Mulyono, perwakilan warga, menyatakan keluhan panjang. "Lapor kami berjenjang, dari desa hingga provinsi. Tuntutan kami sederhana: kejelasan penggunaan jalan ini. Nyatanya, hingga hari ini hanya janji kosong berbalut debu," ujarnya tegas.
Pengaduan warga seperti hilang di lobang tambang. Tidak ada titik terang dari pemerintah atau PT MJM.
Perusahaan terus beroperasi meraup keuntungan, sementara kompensasi bagi warga nihil sekali.
Kesabaran masyarakat pun mencapai batas. Pemagaran jalan jadi simbol perlawanan terakhir dan pertaruhan harga diri.
"Serta uang debu dan bising jadi tuntutan warga. Banyak warga tolak. Penerimaan karyawan pun kurang perhatikan putra daerah. Kontribusi untuk kepentingan warga, sifatnya prosedural dan jauh dari harapan," tambah Ignatius.
Aksi warga ibarat bom waktu bagi industri ekstraktif. Di satu sisi, perusahaan klaim kontribusi bagi ekonomi daerah.
Di sisi lain, praktiknya abaikan hak dasar masyarakat. Konflik ini perlihatkan wajah buram investasi tambang kaya alam dikeruk, pemilik sahnya ditelantarkan.
Tanpa dialog inklusif dan penyelesaian adil, protes seperti ini bisa menjalar bak virus.
Masa depan operasi PT MJM di Sanggau dipertaruhkan. Bukan karena izin dicabut pemerintah, tapi karena blokade warga yang geram.
Data konflik jelas jalan dua kilometer, pengaduan sejak 2019, satu korporasi melawan satu komunitas bersatu.
Ini bukan cuma berita lokal, melainkan potret nyata ketimpangan pembangunan. Para penguasa tambang mungkin kira warga hanya bisa mengeluh.
Mereka keliru. Pagar kayu sederhana itu kini jadi benteng terakhir lawan keserakahan korporasi. Perjuangan warga Penyelimau Jaya adalah suara lantang menuntut keadilan.

