Borneo Fair 2025 jadi oase bagi UMKM Kalbar di tengah kelesuan ekonomi, menghadirkan 400 pelaku usaha dan generasi muda kreatif.
Kalimantannews.id, Kota Pontianak Kalimantan Barat - Di tengah riuh rendah ekonomi yang kian lesu, denyut kehidupan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kalimantan Barat tampak kembali menggeliat.
Mereka menata ulang harapan di bawah tenda-tenda putih yang berdiri di halaman GOR Terpadu Pontianak.
Angin sore membawa semangat baru dari Borneo Fair 2025, sebuah perhelatan yang tidak sekadar pameran dagang, tetapi napas kehidupan bagi pelaku usaha kecil yang lama terdiam dalam kebisuan pasar.
Lebih dari 400 UMKM dari berbagai kabupaten di Kalbar berkumpul, menampilkan produk-produk unggulan dari kerajinan tangan, kuliner tradisional, hingga inovasi digital karya anak muda.
“Ini bukan sekadar pameran, tapi ruang hidup bagi UMKM untuk bernapas dan tumbuh,” ujar Kepala Dinas Kepemudaan, Pariwisata dan Olahraga Kalbar, Windy Prihastari, saat membuka acara mewakili Gubernur Ria Norsan, Selasa (11/11/2025).
Bagi Windy Prihastari, kolaborasi antara pemerintah dan swasta bukan hanya penting, tapi mutlak untuk menjaga api semangat pelaku UMKM tetap menyala.
“Pemerintah tidak bisa sendiri. Inilah bentuk kolaborasi nyata memperkenalkan dan memajukan UMKM,” ucap Windy Prihastari.
Borneo Fair bukan sekadar ajang transaksi, tetapi panggung tempat harapan dipertemukan dengan realitas.
Setiap kios, setiap produk, seolah bercerita tentang ketekunan dan kesabaran di tengah badai ekonomi yang memukul tanpa ampun.
Kolaborasi dan Harapan
Di balik gemerlap lampu panggung dan irama musik anak muda, ada tangan-tangan kecil yang bekerja diam-diam menata masa depan ekonomi lokal.
Penyelenggara acara, Firmans Grup, membawa gagasan besar dalam bingkai nostalgia.
Hendra Firmansyah, sang CEO, mengenang masa kecilnya ketika Pekan Raya Pontianak (PRP) pernah menjadi ikon kebanggaan masyarakat.
“Kami ingin membangkitkan kembali semangat itu, bukan sekadar mengulang sejarah, tapi memberi ruang bagi UMKM untuk bangkit di masa sulit ini,” tutur Hendra dengan nada optimis.
Dari total 400 tenant, 70 persen adalah pelaku UMKM, sementara 30 persen sisanya diisi oleh generasi muda kreatif dengan kegiatan seni, kuliner, hingga konser musik.
Sebuah kolaborasi yang memadukan keringat dan kreativitas, antara tangan-tangan pengrajin dan ide liar anak muda digital. Hendra tak main-main soal target.
Transaksi di Borneo Fair 2025 diperkirakan menembus Rp50 miliar, dengan pengunjung harian rata-rata 20 ribu orang.
Angka itu bukan sekadar nominal, tetapi tanda kehidupan yang kembali berdenyut di pasar rakyat.
“Kami ingin Borneo Fair menjadi darah segar bagi UMKM, agar tak hanya bertahan tapi tumbuh,” ucapnya.
Menuju Agenda Tahunan
Borneo Fair 2025 ternyata tidak berhenti di sini. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Dinas Pariwisata memastikan ajang ini akan menjadi agenda tahunan resmi.
“Kita mengusulkan Borneo Fair sebagai event tetap Provinsi Kalimantan Barat. Tahun depan akan menggandeng seluruh kabupaten/kota dan negara tetangga seperti Malaysia serta Brunei,” ujar Windy.
Langkah itu bukan sekadar seremoni. Borneo Fair kini dirancang menjadi jembatan lintas ekonomi Borneo, membuka peluang ekspor dan memperluas jejaring bisnis lintas batas.
UMKM tidak lagi hanya bicara lokalitas, tetapi juga daya saing regional dan internasional.
Hendra pun punya mimpi yang lebih besar: Borneo Fair versi sebulan penuh, dengan 1.500 tenant dari berbagai sektor ekonomi kreatif.
Ia percaya, semakin banyak ruang diberikan, semakin tinggi semangat pelaku UMKM melangkah.
“UMKM kita tak butuh belas kasihan, mereka hanya butuh kesempatan untuk menunjukkan kemampuan,” ujarnya penuh keyakinan.
UMKM dan Simbol Ketahanan Sosial
Fenomena Borneo Fair 2025 menunjukkan satu hal mendasar: UMKM bukan sekadar pelaku ekonomi kecil, melainkan penyangga moral bangsa di tengah krisis.
Ketika perusahaan besar menahan ekspansi, UMKM justru bertahan dengan kreativitas dan ketekunan.
Acara seperti Borneo Fair memberi ruang bagi “ekonomi rasa manusia”—sebuah ekosistem tempat inovasi dan empati bertemu.
Di Kalimantan Barat, sektor UMKM berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap ekonomi daerah, namun sering tertinggal dalam hal promosi dan akses pasar.
Inisiatif seperti yang dilakukan Firmans Grup dan dukungan Pemprov Kalbar menjadi pola baru dalam membangun ekonomi daerah berbasis kolaborasi.
Ia bukan lagi sekadar proyek pemerintah, tapi gerakan sosial ekonomi yang menyalakan semangat dari bawah.
Lebih jauh, Borneo Fair juga memperlihatkan pergeseran paradigma UMKM kini tidak hanya bertahan dengan dagangan konvensional, tetapi mulai merambah dunia digital, desain, dan konten kreatif.
Sinergi antara UMKM tradisional dan anak muda kreatif inilah yang menjadi kunci masa depan ekonomi daerah.
Kita melihat masa depan yang tidak sekadar menjual produk, tetapi menjual cerita, rasa, dan identitas lokal.
Dari tenunan Sambas, kopi Sintang, hingga jajanan khas Kapuas Hulu semuanya berbicara dengan caranya masing-masing tentang cinta pada tanah sendiri.
Ketika malam turun di Kota Pontianak dan lampu-lampu tenda mulai redup, suara riuh Borneo Fair masih terdengar di udara.
Bukan hanya suara transaksi, tapi gema dari tekad ratusan pelaku UMKM yang menolak menyerah pada keadaan.
Borneo Fair 2025 bukan sekadar acara, tapi simbol ketahanan sosial-ekonomi yang lahir dari semangat kebersamaan.
Dari tangan kecil pengrajin hingga ide liar anak muda, dari dukungan pemerintah hingga keberanian sektor swasta semuanya berpadu menjadi cerita panjang tentang kebangkitan ekonomi Kalbar yang dimulai dari bawah.
Di sanalah, di antara aroma kopi lokal dan lampu-lampu kecil yang menari di malam Kota Pontianak, harapan itu terus hidup pelan, tapi pasti.

