EDAN! Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Merangkap Bos Tambang, Rakyat Cuma Nonton, Lingkungan Tumbang - Kalimantannews.id

EDAN! Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Merangkap Bos Tambang, Rakyat Cuma Nonton, Lingkungan Tumbang

EDAN! Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Merangkap Bos Tambang, Rakyat Cuma Nonton, Lingkungan Tumbang
EDAN! Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Merangkap Bos Tambang, Rakyat Cuma Nonton, Lingkungan Tumbang
  • Oh begini...
  • Tambang kaya, warga merana, keluarga Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda kok enak Sendiri?

  • Maluku Utara bukan perusahaan keluarga, setop jadikan SDA sebagai warisan!

  • Izin terbit kilat, hutan hilang sekejap, ini dia gaya baru bisnis tambang dinasti Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda.

  • Ekologi mmbruk bro sis, ekonomi siapa yang naik? Tanya saja keluarga Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda!

  • Dinasti tambang Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda bersuara, rakyatnya hanya bisa bertanya ini pemimpin atau pemodal?

  • Pulau Obi Gundul, Gebe terkikis, yang subur justru kepentingan keluarga Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda!

  • Rakyat ditakut-takuti, perusahaan dibelai-belai, pemerintahan model apa ini wahay Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda!

  • Konflik kepentingan? Ah, itu cuma istilah untuk tutupi tambang keluarga milik Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda!

Kalimantannews.id, Maluku Utara - Lanskap tambang Maluku Utara kembali bergetar pada Rabu, 29 Oktober 2025.

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) bersama Simpul JATAM Maluku Utara merilis Catatan Kritis bertajuk “Konflik Kepentingan di Balik Gurita Bisnis Gubernur Maluku Utara.”

Dokumen setebal puluhan halaman itu menyisir jejak kekuasaan, perizinan, kepemilikan saham, dan lautan konsesi yang disatukan dalam satu simpul: keluarga Gubernur Sherly Tjoanda.

Gambaran muncul bukan hanya pejabat publik, melainkan sosok pengendali bisnis ekstraktif beroperasi menggunakan jejaring perusahaan keluarga, melintasi Gebe hingga Obi, dari Halmahera Timur sampai Halmahera Selatan.

"Jika benar, praktik ini jelas masuk kategori konflik kepentingan," ujar Koordinator JATAM, Melky Nahar, menegaskan.

Data Jejak Saham

Dalam laporan JATAM, jaringan perusahaan keluarga Laos–Tjoanda memperlihatkan pola kepemilikan yang pekat. Daftarnya panjang dan saling terhubung:

  • PT Karya Wijaya tambang nikel Pulau Gebe dan Halmahera

  • PT Bela Sarana Permai pasir besi Pulau Obi

  • PT Amazing Tabara tambang emas

  • PT Indonesia Mas Mulia emas dan tembaga Halmahera Selatan

  • PT Bela Kencana nikel
Entitas lain di bawah Bela Group, perusahaan payung keluarga. Perubahan paling signifikan muncul pada akhir 2024. 

Gubernur Sherly Tjoanda resmi menguasai 71 persen saham PT Karya Wijaya, menggantikan mendiang suaminya, Benny Laos.

Tiga anak mereka mendapat porsi masing-masing 8 persen. Ini adalah fase konsolidasi yang, menurut JATAM, “mengokohkan kendali bisnis keluarga.”

Di saat bersamaan, Sherly juga tercatat sebagai direktur sekaligus pemegang saham 25,5 persen di PT Bela Group, yang memayungi beragam entitas usaha keluarga.
EDAN! Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Merangkap Bos Tambang, Rakyat Cuma Nonton, Lingkungan Tumbang
Di bawah grup inilah kepemilikan Benny Laos masih tersisa:
  • PT Bela Kencana (40 persen)

  • PT Bela Sarana Permai (98 persen)

  • PT Amazing Tabara (90 persen)

  • PT Indonesia Mas Mulia (melalui PT Bela Co mencengkeram 30 persen saham).
“Sherly juga tercatat sebagai direktur sekaligus pemegang saham 25,5 persen di PT Bela Group, perusahaan induk yang menaungi beragam lini bisnis keluarga Laos,” kata Melky.

Kehadiran nama Robert Tjoanda, anggota keluarga dekat, sebagai pemegang 1 persen saham di salah satu perusahaan, menambah lapisan kuatnya gurita perusahaan dalam lingkaran domestik.

Data Jejak Izin

Wilayah operasional mereka tersebar luas, mencerminkan ekspansi yang tidak kecil. PT Karya Wijaya mengelola dua konsesi nikel besar:
  • Pulau Gebe – 500 hektare (izin sejak 2020)

  • Halmahera – 1.145 hektare (izin Januari 2025)
Izin terakhir terbit pada momentum pilkada saat Sherly Tjoanda mencalonkan diri menjadi gubernur menggantikan suaminya. JATAM mempertanyakan apakah penerbitan izin dilakukan sesuai prosedur.

Dugaan penyimpangan izin tertuang jelas dalam laporan masuk ke database MODI tanpa proses lelang, izin PPKH belum lengkap, jaminan reklamasi yang tidak terlihat, pembaruan izin dilakukan di masa transisi kekuasaan.

“Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan secara tegas melarang pejabat publik melakukan tindakan berindikasi konflik kepentingan,” tegas Melky Nahar.

Masalahnya bukan sekadar administratif. Ketika kepala daerah merangkap pemilik perusahaan tambang, keputusan publik izin, pengawasan, perpanjangan konsesi rentan terdistorsi kepentingan ekonomi pribadi.

“Rangkap jabatan antara gubernur dan pemilik atau direktur perusahaan tambang adalah praktik yang dilarang dan dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian sementara,” dia menjelaskan.

Di balik angka investasi dan narasi pertumbuhan ekonomi dua digit sering dipamerkan pemerintah, realitas di akar rumput menunjukkan luka yang menganga.

Warga di Bawah Intimidasi

Di Maba Sangaji, warga menghadapi kekerasan, kriminalisasi, dan intimidasi ketika mempertahankan ruang hidup mereka. Konflik terjadi berulang tetapi tak pernah masuk sorotan kebijakan pemerintah.

PT Bela Sarana Permai mengantongi konsesi pasir besi seluas 4.290 hektare di Obi. Pembukaan lahan dicatat menyebabkan deforestasi, sedimentasi sungai, serta memburuknya kualitas air untuk kebutuhan harian masyarakat.

PT Indonesia Mas Mulia mengendalikan 4.800 hektare konsesi emas dan tembaga. Warga mengeluhkan perubahan warna sungai dan berkurangnya ikan. Krisis air bersih menjadi ancaman nyata.

Di Gebe, tumpang tindih izin menciptakan konflik agraria. Warga mempertanyakan legalitas perusahaan sekaligus keberpihakan pemerintah dalam melindungi hak mereka.

Penolakan warga di berbagai titik hanya mendapat respons dingin. Narasi pembangunan kerap menutupi cerita kehilangan tanah, air, ruang hidup, dan keamanan sosial-ekologis masyarakat.

Dalam laporan JATAM, pelanggaran etika publik menjadi sorotan utama. JATAM menilai rangkap jabatan dilakukan Gubernur Sherly Tjoanda melanggar banyak aturan:
  • UU Administrasi Pemerintahan

  • UU Pemerintahan Daerah

  • Peraturan KPK tentang Benturan Kepentingan
“Jika terjadi, maka hal tersebut masuk kategori pelanggaran etika hingga berpotensi melahirkan tindak pidana korupsi, sekaligus menjadi preseden buruk bagi kepercayaan publik kepada pemerintah,” kata Melky.

Ia menambahkan bahwa praktik tersebut “berpotensi memengaruhi netralitas dan objektivitas keputusan pemerintah. Jelas ini melanggar prinsip pemerintahan yang bebas dari kepentingan pribadi.”

Dalam konteks pengawasan, DPR RI dan masyarakat sipil menilai pengawasan terhadap perusahaan milik keluarga kepala daerah sangat lemah.

Celah inilah yang memungkinkan pelanggaran prosedur, kerusakan lingkungan, dan kehilangan penerimaan negara.

Di berbagai daerah, mahasiswa, aktivis lingkungan, dan kelompok masyarakat sipil mulai mendesak pemerintah pusat turun tangan.

Tuntutan menguat. Audit izin, evaluasi konsesi, pemeriksaan konflik kepentingan, pembentukan tim independen untuk mengevaluasi seluruh operasi tambang terkait keluarga Tjoanda.

“Kami meminta pemerintah pusat segera melakukan penyelidikan menyeluruh,” kata salah satu aktivis mahasiswa dalam aksi di depan kantor gubernur. “Ini bukan hanya soal izin, tapi soal masa depan Maluku Utara.”

Laporan JATAM juga membuka peta besar konflik kepentingan yang bertahun-tahun berdiri di balik layar. 

Gurita bisnis keluarga Gubernur Sherly Tjoanda bukan sekadar kumpulan perusahaan, tetapi jaringan ekonomi-politik yang saling bertaut, memengaruhi arah kebijakan publik serta masa depan lingkungan Maluku Utara.

Pada akhirnya, publik berhak mempertanyakan. Apakah sumber daya alam Maluku Utara dikelola untuk kesejahteraan rakyat?

Atau cuma sekadar untuk memperkuat segelintir kepentingan keluarga yang berada dalam lingkar kekuasaan?

Selama konflik kepentingan tak dituntaskan, selama kewenangan eksekutif masih tumpang tindih dengan bisnis pribadi. 

Ini selama izin tambang terbit tanpa transparansi, Maluku Utara akan tetap berada dalam pusaran tambang tidak pernah benar-benar berpihak pada warganya.

Dan laporan ini, yang dibuka dengan kalimat tajam dan ditutup dengan pertanyaan besar, menjadi pengingat kekuasaan tanpa kontrol selalu menghasilkan kerentanan.

Dalam kasus Maluku Utara, kerentanan itu kini menjadi ancaman ekologis, sosial, dan moral bagi sebuah provinsi kaya nikel sedang berdiri di ambang krisis.

Formulir Kontak