
Kalimantannews.id, Meliau Hilir - Di tengah hiruk-pikuk negeri yang seringkali lebih ramai dengan janji-janji manis daripada aksi nyata, muncul seorang figur bernama Iwan, Kepala Desa Meliau Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Namanya mungkin tidak setenar Cornelis, Lasarus, Paolus Hadi, atau Krisantus Kurniawan—para tokoh yang kerap menjadi bahan perbincangan di warung kopi.
Namun ia berhasil mencuri perhatian warganya dengan cara yang tak biasa: memperbaiki jalan rusak menggunakan alat berat milik PTPN Gunung Meliau.
Ya, Anda tidak salah baca. Sebuah gleder (excavator) turun langsung ke medan lumpur dan aspal yang sudah lama menyerah melawan waktu.
Aksi ini bukan sembarang aksi, melainkan langkah nyata yang membuat warga desa melongo, bukan karena heran, tapi karena apresiasi yang tulus.
Di era ketika banyak pemimpin sibuk memoles citra di media sosial, Iwan malah "menggleder" masalah jalan rusak tanpa basa-basi.
Jalan Rusak vs Politikus Licin: Mana Lebih Memalukan?
Mari kita bicara soal jalan rusak terlebih dahulu. Faktanya, jalan rusak di Indonesia bukanlah hal baru.
Bahkan, bisa dibilang, jalan rusak adalah "spesies" yang paling bertahan hidup di tengah hutan birokrasi yang rumit.
Sudah bertahun-tahun warga Meliau Hilir hidup berdampingan dengan lubang-lubang besar di jalanan mereka.
Ada yang menganggap lubang itu sebagai ujian kesabaran, ada juga yang menganggapnya sebagai arena balap motor liar versi ekstrem.
Namun, kali ini ada yang berbeda. Alih-alih menunggu anggaran turun dari langit (yang entah kapan datangnya), Kades Iwan memutuskan untuk mengambil langkah praktis.
Dengan sigap, ia menghubungi PTPN Gunung Meliau untuk meminjam gleder mereka. Hasilnya? Jalan yang dulunya mirip medan tempur kini sedikit demi sedikit mulai kembali layak dilalui.
Tentu saja, warga pun bersorak. Bukan hanya karena jalan mereka mulai diperbaiki, tetapi juga karena aksi ini memberikan harapan baru bagi mereka.
Di tengah kebisingan janji politik yang seringkali lebih licin daripada jalan berlumpur, Kades Iwan hadir dengan solusi konkret.
Ia membuktikan bahwa memimpin itu bukan soal pencitraan, melainkan soal aksi nyata.
Ketika Penghargaan Lebih Berarti Daripada Like di Media Sosial
Bicara soal penghargaan, Kades Iwan bukanlah orang baru dalam hal ini. Dua tahun berturut-turut, ia mendapatkan julukan "Reward 17 Agustus" di tingkat kecamatan.
Apa artinya? Artinya, kinerjanya diakui sebagai bentuk dedikasi nyata kepada masyarakat. Tidak ada karangan bunga yang berlebihan, tidak ada pidato panjang lebar, dan tidak ada acara seremonial yang berbiaya mahal.
Semua penghargaan itu datang karena satu hal sederhana: Iwan bekerja keras untuk warganya.
Ironisnya, di era media sosial seperti sekarang, banyak pemimpin yang lebih fokus pada jumlah like dan komentar positif daripada dampak nyata yang mereka berikan.
Mereka sibuk memposting foto-foto sedang "blusukan" ke lapangan, padahal hasilnya nihil.
Berbeda dengan Kades Iwan, yang lebih memilih bekerja diam-diam tanpa gembar-gembor, namun hasilnya langsung dirasakan oleh warga.
Harapan Warga: Semoga Iwan Tak Terjebak Politik Licin Ala Pejabat
Warga Meliau Hilir memiliki harapan besar terhadap Kades Iwan. Mereka berharap agar sikap peduli dan kerja nyata yang ditunjukkan oleh sang kades dapat dipertahankan hingga akhir masa jabatannya.
Bahkan, ada yang berharap agar Iwan bisa naik kursi kepemimpinan yang lebih tinggi, menyusul jejak para tokoh Kalimantan Barat yang disebut-sebut sebagai panutan.
Namun, di balik harapan itu, ada juga kekhawatiran terselubung. Apakah Iwan akan tetap konsisten dengan idealismenya?
Ataukah ia akan terjebak dalam pusaran politik yang seringkali lebih licin daripada jalan berlumpur?
Pertanyaan ini mungkin terdengar sinis, tetapi itulah realitas yang seringkali terjadi di dunia politik.
Banyak pemimpin yang awalnya tampil sebagai sosok idealis, namun akhirnya luluh lantak oleh godaan kekuasaan dan kepentingan pribadi.
Untuk itu, warga berharap agar Iwan tetap teguh pada prinsipnya. Jangan sampai, setelah mendapatkan posisi yang lebih tinggi, ia malah melupakan akar rumput yang telah membesarkan namanya.
Ingatlah, warga tidak butuh pemimpin yang pandai berbicara, melainkan pemimpin yang mampu bertindak.
Pelajaran Dari Gleder: Ketika Solusi Sederhana Mengalahkan Drama Politik
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah Kades Iwan dan gledernya? Pertama, bahwa solusi sederhana seringkali lebih efektif daripada drama politik yang berlarut-larut.
Kedua, bahwa kepemimpinan yang baik tidak diukur dari seberapa banyak janji yang diucapkan, melainkan dari seberapa besar dampak nyata yang diberikan kepada masyarakat.
Di tengah maraknya isu korupsi, kolusi, dan nepotisme, sosok seperti Kades Iwan menjadi oase di tengah gurun.
Ia membuktikan bahwa memimpin itu bukan soal memperkaya diri sendiri, melainkan soal mengabdikan diri untuk kepentingan umum.
Semoga saja, kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi pemimpin-pemimpin lain di seluruh penjuru negeri.
Demikianlah kisah Kades Meliau Hilir Iwan dan gledernya yang menggelitik sekaligus menginspirasi.
Semoga kita semua bisa belajar dari aksi nyata ini, bahwa memimpin itu bukan soal retorika, melainkan soal aksi nyata yang bermanfaat bagi rakyat.